23 Januari, 2009

Ku Ingin Anak Lelakiku Menirumu

Ku Ingin Anak Lelakiku Menirumu
Oleh : Neno Warisman - 'Izinkan Aku Bertutur'

Ketika lahir, anak lelakiku gelap benar kulitnya, Lalu
kubilang pada ayahnya: "Subhanallah, dia benar-benar mirip denganmu ya!"
Suamiku menjawab: "Bukankah sesuai keinginanmu? Kau yang bilang kalau
anak lelaki ingin seperti aku." Aku mengangguk. Suamiku kembali bekerja
seperti biasa.
Ketika bayi kecilku berulang tahun pertama, aku
mengusulkan perayaannya dengan mengkhatam kan Al Quran di rumah Lalu kubilang pada suamiku: "Supaya ia menjadi penghafal Kitabullah ya,Yah."
Suamiku menatap padaku seraya pelan berkata: "Oh ya. Ide bagus itu."
Bayi kami itu, kami beri nama Ahmad, mengikuti panggilan Rasulnya.
Tidak berapa lama, ia sudah pandai memanggil-manggil kami berdua: Ammaa.
Apppaa. Lalu ia menunjuk pada dirinya seraya berkata: Ammat! Maksudnya ia
Ahmad. Kami berdua sangat bahagia dengan kehadirannya.
Ahmad tumbuh jadi anak cerdas, persis seperti papanya.
Pelajaran matematika sederhana sangat mudah dikuasainya.
Ah, papanya memang jago matematika. Ia kebanggaan keluarganya.
Sekarang pun sedang S3 di bidang Matematika.
Ketika Ahmad ulang tahun kelima, kami mengundang keluarga.
Berdandan rapi kami semua. Tibalah saat Ahmad menjadi bosan dan agak
mengesalkan. Tiba-tiba ia minta naik ke punggung papanya. Entah apa
yang menyebabkan papanya begitu berang, mungkin menganggap Ahmad
sudah sekolah, sudah terlalu besar untuk main kuda-kudaan, atau
lantaran banyak tamu dan ia kelelahan.
Badan Ahmad terhempas ditolak papanya, wajahnya merah,
tangisnya pecah, Muhammad terluka hatinya di hari ulang tahunnya kelima.
Sejak hari itu, Ahamad jadi pendiam. Murung ke sekolah, menyendiri di
rumah. Ia tak lagi suka bertanya, dan ia menjadi amat mudah marah.
Aku coba mendekati suamiku, dan menyampaikan alasanku.
Ia sedang menyelesaikan papernya dan tak mau diganggu oleh urusan
seremeh itu, katanya.
Tahun demi tahun berlalu. Tak terasa Ahmad telah selesai
S1. Pemuda gagah, pandai dan pendiam telah membawakan aku seorang mantu
dan seorang cucu. Ketika lahir, cucuku itu, istrinya berseru sambil
tertawa-tawa lucu: "Subhanallah! Kulitnya gelap, Mas, persis seperti
kulitmu!"
Ahmad menoleh dengan kaku, tampak ia tersinggung dan
merasa malu. "Salahmu. Kamu yang ingin sendiri, kan. Kalau lelaki ingin
seperti aku!" Di tanganku, terajut ruang dan waktu. Terasa ada yang
pedih di
hatiku. Ada yang mencemaskan aku. Cucuku pulang ke rumah, bulan berlalu.
Kami, nenek dan kakeknya, datang bertamu. Ahmad kecil
sedang digendong ayahnya. Menangis ia. Tiba-tiba Ahmad anakku menyergah
sambil berteriak menghentak, "Ah, gimana sih, kok nggak dikasih pampers
anak ini!" Dengan kasar disorongkannya bayi mungil itu.
Suamiku membaca korannya, tak tergerak oleh suasana. Ahmad,
papa bayi ini, segera membersihkan dirinya di kamar mandi.
Aku, wanita tua, ruang dan waktu kurajut dalam pedih duka
seorang istri dan seorang ibu. Aku tak sanggup lagi menahan gelora
di dada ini.Pecahlah tangisku serasa sudah berabad aku menyimpannya.
Aku rebut koran di tangan suamiku dan kukatakan padanya:
"Dulu kau hempaskan Ahmad di lantai itu! Ulang tahun ke lima, kau ingat?
Kau tolak ia merangkak di punggungmu! Dan ketika aku minta kau perbaiki,
kau bilang kau sibuk sekali. Kau dengar? Kau dengar anakmu tadi? Dia tidak
suka dipipisi. Dia asing dengan anaknya sendiri!"
Allahumma Shali ala Muhammad. Allahumma Shalli alaihi
wassalaam.
Aku ingin anakku menirumu, wahai Nabi. Engkau membopong
cucu-cucumu di punggungmu, engkau bermain berkejaran dengan mereka
Engkau bahkan menengok seorang anak yang burung peliharaannya mati. Dan
engkau pula yang berkata ketika seorang ibu merenggut bayinya dari
gendonganmu, "Bekas najis ini bisa kuseka, tetapi apakah kau bisa
menggantikan saraf halus yang putus di kepalanya?"
Aku memandang suamiku yang terpaku. Aku memandang anakku
yang tegak diam bagai karang tajam. Kupandangi keduanya, berlinangan air
mata. Aku tak boleh berputus asa dari Rahmat-Mu, ya Allah, bukankah begitu?
Lalu kuambil tangan suamiku, meski kaku, kubimbing ia
mendekat kepada Ahmad. Kubawa tangannya menyisir kepala anaknya, yang
berpuluh tahun tak merasakan sentuhan tangan seorang ayah yang didamba.
Dada Ahmad berguncang menerima belaian. Kukatakan di
hadapan mereka berdua, "Lakukanlah ini, permintaan seorang yang akan
dijemput ajal yang tak mampu mewariskan apa-apa: kecuali Cinta.
Lakukanlah, demi setiap anak lelaki yang akan lahir dan menurunkan
keturunan demi keturunan. Lakukanlah, untuk sebuah perubahan besar di rumah
tangga kita! Juga di permukaan dunia.
Tak akan pernah ada perdamaian selama anak laki-laki tak diajarkan rasa
kasih dan sayang, ucapan kemesraan, sentuhan dan belaian, bukan hanya
pelajaran untuk menjadi jantan seperti yang kalian pahami. Kegagahan tanpa
perasaan.
Dua laki-laki dewasa mengambang air di mata mereka. Dua laki-laki
dewasa dan seorang wanita tua terpaku di tempatnya. Memang tak mudah untuk
berubah. Tapi harus dimulai. Aku serahkan bayi Ahmad ke pelukan suamiku.
Aku bilang: "Tak ada kata terlambat untuk mulai, Sayang."
Dua laki-laki dewasa itu kini belajar kembali. Menggendong
bersama, bergantian menggantikan popoknya, pura-pura merancang hari
depan si bayi Kini tawa mereka memenuhi rongga dadaku yang sesak oleh
bahagia, syukur pada-Mu Ya Allah! Engkaulah penolong satu-satunya ketika
semua jalan tampak buntu. Engkaulah cahaya di ujung keputusasaanku.
Tiga laki-laki dalam hidupku aku titipkan mereka di
tangan-Mu. Kelak, jika aku boleh bertemu dengannya, Nabiku, aku ingin
sekali berkata: Ya, Nabi. aku telah mencoba sepenuh daya tenaga untuk
mengajak mereka semua menirumu!
Amin, alhamdulillah

Tiga kali Allah Memanggil kita

Allah hanya memanggil kita 3 kali saja seumur hidup..

'Panggilan pertama adalah*Azan*'

'Itu adalah panggilan Allah yang pertama. Panggilan ini sangat jelas
terdengar di telinga kita, sangat kuat terdengar. Ketika kita sholat,
sesungguhnya kita menjawab panggilan Allah. Tetapi Allah masih fleksibel,
Dia tidak 'cepat marah' akan sikap kita. Kadang kita terlambat, bahkan
tidak
sholat sama sekali karena malas. Allah tidak marah seketika. Dia masih
memberikan rahmatNya, masih memberikan kebahagiaan bagi umatNya, baik
umatNya itu menjawab panggilan Azan-Nya atau tidak. Allah hanya akan
membalas umatNya ketika hari Kiamat nanti'.
bagaimana dengan sehari hari anda????

Panggilan yang kedua adalah panggilan* Umrah/Haji*
Panggilan ini bersifat halus. Allah memanggil hamba-hambaNya dengan
panggilan yang halus dan sifatnya 'bergiliran' . Hamba yang satu
mendapatkan
kesempatan yang berbeda dengan hamba yang lain. Jalan nya bermacam-macam.
Yang tidak punya uang menjadi punya uang, yang tidak merancang pula akan
pergi, ada yang memang merancang dan terkabul. Ketika kita mengambil niat
Haji / Umrah, berpakaian Ihram dan melafazkan 'Labaik Allahuma Labaik/
Umrotan', sesungguhnya kita saat itu menjawab panggilan Allah yang ke dua.
Saat itu kita merasa bahagia, karena panggilan Allah sudah kita jawab,
meskipun panggilan itu halus sekali. Allah berkata, laksanakan Haji / Umrah
bagi yang mampu'.

panggilan ketiga adlah* KEMATIAN*.

Panggilan yang kita
jawab dengan amal kita. Pada kebanyakan kasus, Allah tidak memberikan
tanda
tanda secara langsung, dan kita tidak mampu menjawab dengan lisan dan
gerakan. Kita hanya menjawabnya dengan amal sholeh. Karena itu Shinta,
manfaatkan waktumu sebaik-baiknya. ..Jawablah 3 panggilan Allah dengan
hatimu dan sikap yang Husnul Khotimah.... .......Insya Allah syurga adalah
balasannya.. ...'

*Huraisy*
*Pada hari kiamat akan keluar seekor binatang dari neraka jahanam yang
bernama 'Huraisy' berasal dari anak kala jengking. Besarnya Huraisy ini
dari timur hingga ke barat. Panjangnya pula seperti jarak langit dan bumi.
Malaikat Jibril bertanya : 'Hai Huraisy! Engkau hendak ke mana dan siapa
yang kau cari?' Huraisy pun menjawab, 'Aku mahu mencari lima orang.'

Pertama, orang yang meninggalkan sembahyang.
Kedua, orang yang tidak mahu keluarkan zakat.
Ketiga, orang yang durhaka kepada ibubapanya.
Keempat, orang yang bercakap tentang dunia di dalam masjid.
Kelima, orang yang suka minum arak.

sampaikan pesanan ini biarpn 1 ayat.. Wallahualam

(dari berbagai sumber)

16 Januari, 2009

Belajar tentang halal dan haram dikehidupan sehari hari.

Mari belajar tentang haram dan halal dalam kehidupan sehari hari kita

PAKAIAN DAN PERHIASAN
Islam memperkenankan kepada setiap muslim, bahkan menyuruh supaya
geraknya baik, elok dipandang dan hidupnya teratur dengan rapi untuk
menikmati perhiasan dan pakaian yang telah dicipta Allah.
Adapun tujuan pakaian dalam pandangan Islam ada dua macam; iaitu,
guna menutup aurat dan berhias. Ini adalah merupakan pemberian Allah kepada
umat manusia seluruhnya, di mana Allah telah menyediakan pakaian dan
perhiasan, kiranya mereka mahu mengaturnya sendiri. Maka berfirmanlah Allah
s.w.t.:
"Hai anak-cucu Adam! Sungguh Kami telah menurunkan untuk kamu pakaian
yang dapat menutupi aurat-auratmu dan untuk perhiasan." (al-A'raf: 27)
Barangsiapa yang mengabaikan salah satu dari dua perkara di atas,
iaitu berpakaian untuk menutup aurat atau berhias, maka sebenarnya orang
tersebut telah menyimpang dari ajaran Islam dan mengikuti jejak syaitan.
Inilah rahasia dua seruan yang dicanangkan Allah kepada umat manusia,
sesudah Allah mengumandangkan seruanNya yang terdahulu itu, dimana dalam
dua seruanNya itu Allah melarang keras kepada mereka telanjang dan tidak
mahu berhias, yang justru keduanya itu hanya mengikuti jejak syaitan
belaka. Untuk itulah maka Allah berfirman:
"Hai anak-cucu Adam! Jangan sampai kamu dapat diperdayakan oleh
syaitan, sebagaimana mereka telah dapat mengeluarkan kedua orang tuamu
(Adam dan Hawa) dari sorga, mereka dapat menanggalkan pakaian kedua orang
tuamu itu supaya kelihatan kedua auratnya." (al-A'raf: 27)
"Hai anak-cucu Adam! Pakailah perhiasanmu di tiap-tiap masjid dan
makanlah dan minumlah tetapi jangan berlebih-lebihan (boros)."
(al-A'raf:31)
Islam mewajibkan kepada setiap muslim supaya menutup aurat, dimana
setiap manusia yang berbudaya sesuai dengan fitrahnya akan malu kalau
auratnya itu terbuka. Sehingga dengan, demikian akan berbezalah manusia
dari binatang yang telanjang.
Seruan Islam untuk menutup aurat ini berlaku bagi setiap manusia,
kendati dia seorang diri terpencil dari masyarakat, sehingga kesopanannya
itu merupakan kesopanan yang dijiwai oleh agama dan moral yang tinggi.
Bahaz bin Hakim dari ayahnya dari datuknya menceriterakan, kata datuknya
itu:
"Ya, Rasulullah! Aurat kami untuk apa harus kami pakai, dan apa yang
harus kami tinggalkan? Jawab Nabi. 'Jagalah auratmu itu kecuali terhadap
isterimu atau hamba sahayamu.' Aku bertanya lagi: 'Ya, Rasulullah!
Bagaimana kalau suatu kaum itu bergaul satu sama lain?' Jawab Nabi, 'Kalau
kamu dapat supaya tidak seorang pun yang melihatnya, maka janganlah dia
melihat.' Aku bertanya lagi: 'Bagaimana kalau kami sendirian?' Jawab Nabi,
'Allah tabaraka wa Ta'ala, lebih berhak (seseorang) malu kepadaNya."
(Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tarmizi, Ibnu Majah, Hakim dan Baihaqi)

Islam Agama Bersih dan Cantik
Sebelum Islam mencenderung kepada masalah perhiasan dan gerak yang
baik, terlebih dahulu Islam mengerahkan kecenderungannya yang lebih besar
kepada masalah kebersihan adalah merupakan dasar pokok bagi setiap
perhiasan yang baik dan pemandangan yang elok.
Dalam salah satu hadisnya, Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai
berikut: "Menjadi bersihlah kamu, kerana sesungguhnya Islam itu bersih."
(Riwayat Ibnu Hibban)
Dan sabdanya pula: "Kebersihan itu dapat mengajak orang kepada iman.
Sedang iman itu akan bersama pemiliknya ke sorga." (Riwayat Thabarani)
Rasulullah s.a.w. sangat menekankan tentang masalah kebersihan
pakaian, badan, rumah dan jalan-jalan. Dan lebih serius lagi, iaitu tentang
kebersihan gigi, tangan dan kepala.
Ini bukan suatu hal yang menghairankan, kerana Islam telah meletakkan
suci (bersih) sebagai kunci bagi peribadatannya yang tertinggi iaitu
shalat. Oleh kerana itu tidak akan diterima sembahyangnya seorang muslim
sehingga badannya bersih, pakaiannya bersih dan tempat yang dipakai pun
dalam keadaan bersih. Ini belum termasuk kebersihan yang diwajibkan
terhadap seluruh badan atau pada anggota badan. Kebersihan yang wajib ini
dalam Islam dilakukan dengan mandi dan wudhu'.
Kalau suasana bangsa Arab itu dikelilingi oleh suasana pedesaan
padang pasir di mana orang-orangnya atau kebanyakan mereka itu telah
merekat dengan meremehkan urusan kebersihan dan berhias, maka Nabi Muhammad
s.a.w. waktu itu memberikan beberapa bimbingan yang cukup dapat
membangkitkan, serta nasihat-nasihat yang jitu, sehingga mereka naik dari
sifat-sifat primitif menjadi bangsa moden dan dari bangsa yang sangat kotor
menjadi bangsa yang cukup necis.
Pernah ada seorang laki-laki datang kepada Nabi, rambut dan
janggotnya morat-marit tidak terurus, kemudian Nabi mengisyaratkan,
seolah-olah memerintah supaya rambutnya itu diperbaiki, maka orang tersebut
kemudian memperbaikinya, dan setelah itu dia kembali lagi menghadap Nabi.
Maka kata Nabi: "Bukankah ini lebih baik daripada dia datang sedang
rambut kepalanya morat-marit seperti syaitan?" (Riwayat Malik)
Dan pernah juga Nabi melihat seorang laki-laki yang kepalanya kotor
sekali. Maka sabda Nabi: "Apakah orang ini tidak mendapatkan sesuatu yang
dengan itu dia dapat meluruskan rambutnya?"
Pernah juga Nabi melihat seorang yang pakaiannya kotor sekali, maka
apa kata Nabi: "Apakah orang ini tidak mendapatkan sesuatu yang dapat
dipakai mencuci pakaiannya?" (Riwayat Abu Daud)
Dan pernah ada seorang laki-laki datang kepada Nabi, pakaiannya
sangat menjijikkan, maka tanya Nabi kepadanya: "Apakah kamu mempunyai
wang?" Orang tersebut menjawab: "Ya! saya punya" Nabi bertanya lagi. "Dari
mana wang itu?" Orang itupun kemudian menjawab: "Dari setiap harta yang
Allah berikan kepadaku." Maka kata Nabi: "Kalau Allah memberimu harta, maka
sungguh Dia (lebih senang) menyaksikan bekas nikmatNya yang diberikan
kepadamu dan bekas kedermawananNya itu." (Riwayat Nasa'i)
Masalah kebersihan ini lebih ditekankan lagi pada hari-hari
berkumpul, misalnya: Pada hari Jum'at dan Hari raya. Dalam hal ini Nabi pun
pernah bersabda: "Sebaiknyalah salah seorang di antara kamu --jika ada
rezeki-- memakai dua pakaian untuk hari Jum'at, selain pakaian kerja."
(Riwayat Abu Daud)

Emas dan Sutera Asli Haram Untuk Orang Laki-Laki
Kalau Islam telah memberikan perkenan bahkan menyerukan kepada
umatnya supaya berhias dan menentang keras kepada siapa yang
mengharamkannya, iaitu seperti yang dikatakan Allah dalam al-Quran:
"Siapakah yang berani mengharamkan perhiasan Allah yang telah
dikeluarkan untuk hambaNya dan begitu juga rezeki-rezeki yang baik
(halal)?" (al-A'raf: 32)
Maka dibalik itu Islam telah mengharamkan kepada orang laki-laki dua
macam perhiasan, di mana kedua perhiasan tersebut justru paling manis buat
kaum wanita. Dua macam perhiasan itu ialah:
1. Berhias dengan emas.
2. Memakai kain sutera asli.
Ali bin Abu Talib r.a. berkata: "Rasulullah s.a.w. mengambil sutera,
ia letakkan di sebelah kanannya, dan ia mengambil emas kemudian diletakkan
di sebelah kirinya, lantas ia berkata: Kedua ini haram buat orang laki-laki
dari umatku." (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Nasa'i, Ibnu Hibban dan Ibnu Majah) Tetapi Ibnu Majah menambah: "halal buat orang-orang perempuan."
Dan Saiyidina Umar pernah juga berkata: "Aku pernah mendengar
Rasulullah s.a. w. bersabda: 'Jangan kamu memakai sutera, kerana
barangsiapa memakai di dunia, nanti di akhirat tidak lagi memakainya.'"
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dan tentang masalah pakaian sutera Nabi pun pernah juga bersabda:
"Sesungguhnya ini adalah pakaian orang yang (nanti di akhirat) tidak ada
sedikitpun bahagian baginya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dan tentang masalah emas, Nabi s.a.w. pernah melihat seorang laki-laki
memakai cincin emas di tangannya, kemudian oleh Nabi dicabutnya cincin itu
dan dibuang ke tanah.
Kemudian beliau bersabda: "Salah seorang diantara kamu ini sengaja
mengambil bara api kemudian ia letakkan di tangannya. Setelah Rasulullah
pergi, kepada si laki-laki tersebut dikatakan: 'Ambillah cincinmu itu dan
manfaatkanlah.' Maka jawabnya: 'Tidak! Demi Allah, saya tidak mengambil
cincin yang telah dibuang oleh Rasulullah.'" (Riwayat Muslim)
Dan seperti cincin, menurut apa yang kami saksikan di kalangan
orang-orang kaya, iaitu mereka memakai pena emas, jam emas, gelang emas,
kaling rokok emas, mulut (gigi) emas dan seterusnya.
Adapun memakai cincin perak, buat orang laki-laki jelas telah
dihalalkan oleh Rasulullah s.a.w., sebagaimana tersebut dalam hadis riwayat
Bukhari, bahawa Rasulullah sendiri memakai cicin perak, yang kemudian
cincin itu pindah ke tangan Abu Bakar, kemudian pindah ke tangan Umar dan
terakhir pindah ke tangan Usman sehingga akhirnya jatuh ke sumur Aris (di
Quba') [13].
Tentang logam-logam yang lain seperti besi dan sebagainya tidak ada
satupun nas yang mengharamkannya, bahkan yang ada adalah sebaliknya, iaitu
Rasulullah s.a.w. pernah menyuruh kepada seorang laki-laki yang hendak
kawin dengan sabdanya: "Berilah (si perempuan itu) mas kawin, walaupun
dengan satu cincin dari besi." (Riwayat Bukhari)
Dari hadis inilah, maka Imam Bukhari beristidlal untuk menetapkan
halalnya memakai cincin besi.
Memakai pakaian sutera dapat diberikan keringanan (rukhshah) apabila
ada suatu keperluan yang berhubungan dengan masalah kesihatan, iaitu
sebagaimana Rasulullah pernah mengizinkan Abdur-Rahman bin 'Auf dan
az-Zubair bin Awwam untuk memakai sutera kerana ada luka di bahagian
badannya [14]
Hikmah Diharamkannya Emas dan Sutera Terhadap Laki-Laki
Di haramkannya dua perkara tersebut terhadap laki-laki, Islam
bermaksud kepada suatu tujuan pendidikan moral yang tinggi; sebab Islam
sebagai agama perjuangan dan kekuatan, harus selalu melindungi sifat
keperwiraan laki-laki dari segala macam bentuk kelemahan, kejatuhan dan
kemerosotan. Seorang laki-laki yang oleh Allah telah diberi keistimewaan
susunan anggotanya yang tidak seperti susunan keanggotaan wanita, tidak
layak kalau dia meniru wanita-wanita ayu yang melebihkan pakaiannya sampai
ke tanah dan suka bermegah-megah dengan perhiasan dan pakaian.
Dibalik itu ada suatu tujuan sosial. Yakni, bahawa diharamkannya emas
dan sutera bagi laki-laki adalah salah satu bahagian daripada program Islam
dalam rangka memberantas hidup bermewah-mewahan. Hidup bermewah-mewahan
dalam pandangan al-Quran adalah sama dengan suatu kemerosotan yang akan
menghancurkan sesuatu umat. Hidup bermewah-mewahan adalah merupakan
manifestasi kejahatan sosial, dimana segolongan kecil bermewah-mewahan
dengan cincin emas atas biaya golongan banyak yang hidup miskin lagi papa.
Sesudah itu dilanjutkan dengan suatu sikap permusuhan terhadap setiap
ajakan yang baik dan memperbaiki. Dalam hat ini al-Quran telah menyatakan:
"Dan apabila kami hendak menghancurkan suatu desa, maka kami
perbanyak orang-orang yang bergelimang dalam kemewahan, kemudian mereka itu
berbuat fasik di desa tersebut, maka akan terbuktilah atas desa tersebut
suatu ketetapan, kemudian kami hancurkan desa tersebut dengan
sehancur-hancurnya." (al-Isra': 16)
Dan firman Allah pula: "Kami tidak mengutus di suatu desa, seorang
pun utusan (Nabi) melainkan akan berkatalah orang-orang yang bergelimang
dalam kemewahan itu. Sesungguhnya kami tidak percaya terhadap kerasulanmu
itu." (Saba': 34)
Untuk menerapkan jiwa al-Quran ini, maka Nabi Muhammad s.a.w. telah
mengharamkan seluruh bentuk kemewahan dengan segala macam manifestasinya
dalam kehidupan seorang muslim.
Sebagaimana diharamkannya emas dan sutera terhadap laki-laki, maka
begitu juga diharamkan untuk semua laki-laki dan perempuan menggunakan
bejana emas dan perak. Sebagaimana akan tersebut nanti.
Dan di balik itu semua, dapat pula ditinjau dari segi ekonomi, bahawa
emas adalah standard wang internasional. Oleh kerana itu tidak patut kalau
bejana atau perhiasan buat orang laki-laki.
Hikmah Dibolehkannya Untuk Wanita
Dikecualikannya kaum wanita dari hukum ini adalah untuk memenuhi
perasaan, sesuai dengan tuntutan sifat kewanitaannya dan kecenderungan
fitrahnya kepada suka berhias; tetapi dengan syarat tidak boleh berhias
yang dapat menarik kaum pria dan membangkitkan syahwat.
Untuk itu, maka dalam hadis Nabi diterangkan: "Siapa saja perempuan
yang memakai wangi-wangian kemudian melalui suatu kaum supaya mereka itu
mencium baunya, maka perempuan tersebut dianggap berzina, dan tiap-tiap
mata ada zinanya." (Riwayat Nasai, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)
Dan firman Allah yang mengatakan: "Janganlah perempuan-perempuan itu
memukul-mukulkan kakinya di tanah, supaya diketahui apa yang mereka
sembunyikan dari perhiasannya." (an-Nur: 31)

Pakaian Wanita Islam
Islam mengharamkan perempuan memakai pakaian yang membentuk dan tipis
sehingga nampak kulitnya. Termasuk diantaranya ialah pakaian yang dapat
mempertajam bahagian-bahagian tubuh, khususnya tempat-tempat yang membawa
fitnah, seperti: buah dada, paha, dan sebagainya.
Dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat
keduanya itu: (1) Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka
pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam); (2) Perempuan-perempuan
yang berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat
dan mencenderungkan orang lain kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar
punuk unta. Mereka ini tidak akan dapat masuk sorga, dan tidak akan mencium
bau sorga, padahal bau sorga itu tercium sejauh perjalanan demikian dan
demikian." (Riwayat Muslim, Babul Libas)
Mereka dikatakan berpakaian, kerana memang mereka itu melilitkan
pakaian pada tubuhnya, tetapi pada hakikatnya pakaiannya itu tidak
berfungsi menutup aurat, kerana itu mereka dikatakan telanjang, kerana
pakaiannya terlalu tipis sehingga dapat memperlihatkan kulit tubuh, seperti
kebanyakan pakaian perempuan sekarang ini.
Bukhtun adalah salah satu macam daripada unta yang mempunyai kelasa
(punuk) besar; rambut orang-orang perempuan seperti punuk unta tersebut
kerana rambutnya ditarik ke atas.
Dibalik keghaiban ini, seolah-olah Rasulullah melihat apa yang
terjadi di zaman sekarang ini yang kini diwujudkan dalam bentuk penataan
rambut, dengan berbagai macam mode dalam salon-salon khusus, yang biasa
disebut salon kecantikan, dimana ramai sekali laki-laki yang bekerja pada
pekerjaan tersebut dengan upah yang sangat tinggi.
Tidak cukup sampai di situ saja, ramai pula perempuan yang merasa
kurang puas dengan rambut asli pemberian Allah. Untuk itu mereka belinya
rambut palsu yang disambung dengan rambutnya yang asli, supaya nampak lebih
menyenangkan dan lebih cantik, sehingga dengan demikian dia akan menjadi
perempuan yang menarik dan memikat hati.
Satu hal yang sangat menghairankan, justru persoalan ini sekarang
sering dikaitkan dengan masalah penjajahan politik dan kejatuhan moral, dan
ini dapat dibuktikan oleh suatu kenyataan yang terjadi, dimana para
penjajah politik itu dalam usahanya untuk menguasai rakyat sering
menggunakan sesuatu yang dapat membangkitkan syahwat dan untuk dapat
mengalihkan pandangan manusia, dengan diberinya kesenangan yang kiranya
dengan kesenangannya itu manusia tidak lagi mahu memperhatikan persoalannya
yang lebih umum.

Laki-Laki Menyerupai Perempuan dan Perempuan Menyerupai Laki-Laki
Rasulullah s.a.w. pernah mengumumkan, bahawa perempuan dilarang
memakai pakaian laki-laki dan laki-laki dilarang memakai pakaian perempuan
[15]. Disamping itu beliau melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan
perempuan yang menyerupai laki-laki [16]. Termasuk diantaranya, ialah
tentang perkataannya, geraknya, cara berjalannya, pakaiannya, dan
sebagainya.
Sejahat-jahat bencana yang akan mengancam kehidupan manusia dan
masyarakat, ialah kerana sikap yang abnormal dan menentang tabiat. Sedang
tabiat ada dua: tabiat laki-laki dan tabiat perempuan. Masing-masing
mempunyai keistimewaan tersendiri. Maka jika ada laki-laki yang berlagak
seperti perempuan dan perempuan bergaya seperti laki-laki, maka ini berarti
suatu sikap yang tidak normal dan meluncur ke bawah.
Rasulullah s.a.w. pernah menghitung orang-orang yang dilaknat di
dunia ini dan disambutnya juga oleh Malaikat, diantaranya ialah laki-laki
yang memang oleh Allah dijadikan betul-betul laki-laki, tetapi dia
menjadikan dirinya sebagai perempuan dan menyerupai perempuan; dan yang
kedua, iaitu perempuan yang memang dicipta oleh Allah sebagai perempuan
betul-betul, tetapi kemudian dia menjadikan dirinya sebagai laki-laki dan
menyerupai orang laki-laki (Hadis Riwayat Thabarani). Justru itu pulalah,
maka Rasulullah s.a.w. melarang laki-laki memakai pakaian yang dicelup
dengan 'ashfar (zat warna berwarna kuning yang biasa dipakai untuk mencelup
pakaian-pakaian wanita di zaman itu).
Ali r.a. mengatakan: "Rasulullah s. a. w. pernah melarang aku memakai
cincin emas dan pakaian sutera dan pakaian yang dicelup dengan 'ashfar"
(Hadis Riwayat Thabarani)
Ibnu Umar pun pernah meriwayatkan: "Bahawa Rasulullah s.a.w. pernah
melihat aku memakai dua pakaian yang dicelup dengan 'ashfar, maka sabda
Nabi: 'Ini adalah pakaian orang-orang kafir, oleh kerana itu jangan kamu
pakai dia.'"

Pakaian Untuk Berfoya-foya dan Kesombongan
Ketentuan secara umum dalam hubungannya dengan masalah menikmati
hal-hal yang baik, yang berupa makanan, minuman ataupun pakaian, iaitu
tidak boleh berlebih-lebihan dan untuk kesombongan.
Berlebih-lebihan, iaitu melampaui batas ketentuan dalam menikmati
yang halal. Dan yang disebut kesombongan, iaitu erat sekali hubungannya
dengan masalah niat, dan hati manusia itu berkait dengan masalah yang
zahir. Dengan demikian apa yang disebut kesombongan itu ialah bermaksud
untuk bermegah-megah dan menunjuk-nunjukkan serta menyombongkan diri
terhadap orang lain. Padahal Allah samasekali tidak suka terhadap orang
yang sombong. Seperti firmanNya:
"Allah tidak suka kepada setiap orang yang angkuh dan sombong."
(al-Hadid: 23)
Dan Rasulullah s.a.w. juga bersabda: "Barangsiapa melabuhkan kainnya
kerana sombong, maka Allah tidak akan melihatnya nanti di hari kiamat."
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Kemudian agar setiap muslim dapat menjauhkan diri dari hal-hal yang
menyebabkan kesombongan, maka Rasulullah s.a.w. melarang berpakaian yang
berlebih-lebihan, dimana hal tersebut akan dapat menimbulkan perasaan
angkuh, membanggakan diri pada orang lain dengan bentuk-bentuk lahiriah
yang kosong itu.
Di dalam hadisnya, Rasulullah s.a.w. bersabda sebagai berikut,
"Barangsiapa memakai pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan
memberikan pakaian kehinaan nanti di hari kiamat." (Riwayat Ahmad, Abu
Daud, Nasa'i dan Ibnu Majah dengan sanad yang dipercaya)
Ada seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Umar tentang pakaian apa
yang harus dipakainya? Maka jawab Ibnu Umar: "iaitu pakaian yang kiranya
kamu tidak akan dihina oleh orang-orang bodoh dan tidak dicela oleh kaum
filsuf." (Riwayat Thabarani)
Berlebih-Lebihan Dalam Berhias dengan Mengubah Ciptaan Allah
Islam menentang sikap berlebih-lebihan dalam berhias sampai kepada
suatu batas yang menjurus kepada suatu sikap mengubah ciptaan Allah yang
oleh al-Quran dinilai, bahawa mengubah ciptaan Allah itu sebagai salah satu
ajakan syaitan kepada pengikut-pengikutnya, dimana syaitan akan berkata
kepada pengikutnya itu sebagai berikut:
"Sungguh akan kami pengaruhi mereka itu, sehingga mereka mahu
mengubah ciptaan Allah." (an-Nisa': 119)

Tatoo, Kikir Gigi dan Operasi Kecantikan Hukumnya Haram
Mentatoo badan dan mengikir gigi adalah perbuatan yang dilaknat oleh
Rasulullah s.a.w., seperti tersebut dalam hadisnya: "Rasulullah s.a.w.
melaknat perempuan yang mentatoo dan minta ditatoo, dan yang mengikir gigi
dan yang minta dikikir giginya." (Riwayat Thabarani)
Tatoo, iaitu memberi tanda pada muka dan kedua tangan dengan warna
biru dalam bentuk ukiran. Sebahagian orang-orang Arab, khususnya kaum
perempuan, mentatoo sebahagian besar badannya. Bahkan sementara
pengikutpengikut agama membuatnya tatoo dalam bentuk persembahan dan
lambang-lambang agama mereka, misalnya orang-orang Kristian melukis salib
di tangan dan dada mereka.
Perbuatan-perbuatan yang rusak ini dilakukan dengan menyiksa dan
menyakiti badan, iaitu dengan menusuk-nusukkan jarum pada badan orang yang
ditatoo itu.
Semua ini menyebabkan laknat, baik terhadap yang mentatoo ataupun
orang yang minta ditatoo. Dan yang disebut mengikir gigi, iaitu merapikan
dan memendekkan gigi. Biasanya dilakukan oleh perempuan. kerana itu
Rasulullah melaknat perempuan-perempuan yang mengerjakan perbuatan ini
(tukang kikir) dan minta supaya dikikir.
Kalau ada laki-laki yang berbuat demikian, maka dia akan lebih berhak
mendapat laknat.
Termasuk diharamkan seperti halnya mengikir gigi, iaitu menjarangkan
gigi. Dalam hal ini Rasulullah pernah melaknatnya, iaitu seperti tersebut
dalam hadisnya: "Dilaknat perempuan-perempuan yang menjarangkan giginya
supaya menjadi cantik, yang mengubah ciptaan Allah." (Riwayat Bukhari dan
Muslim)
Yang disebut al-Falaj, iaitu meletakkan sesuatu di sela-sela gigi,
supaya nampak agak sedikit jarang. Di antara perempuan memang ada yang oleh
Allah dicipta demikian, tetapi ada juga yang tidak begitu. Kemudian dia
meletakkan sesuatu di sela-sela gigi yang berhimpitan itu, supaya giginya
menjadi jarang. Perbuatan ini dianggap mengelabui orang lain dan
berlebih-lebihan dalam berhias yang samasekali bertentangan dengan jiwa
Islam yang sebenarnya.
Dari hadis-hadis yang telah kita sebutkan di atas, maka kita dapat
mengetahui tentang hukum operasi kecantikan seperti yang terkenal sekarang
kerana perputaran kebudayaan badan dan syahwat, yakni kebudayaan Barat
materialistis, sehingga ramai sekali perempuan dan laki-laki yang
mengorbankan wangnya beratus bahkan beribu-ribu untuk mengubah bentuk
hidung, payudara atau yang lain. Semua ini termasuk yang dilaknat Allah dan
RasulNya, kerana di dalamnya terkandung penyiksaan dan perubahan bentuk
ciptaan Allah tanpa ada suatu sebab yang mengharuskan untuk berbuat
demikian, melainkan hanya untuk pemborosan dalam hal-hal yang bersifat show
dan lebih mengutamakan pada bentuk, bukan inti; lebih mementingkan jasmani
daripada rohani.
Adapun kalau ternyata orang tersebut mempunyai cacat yang kiranya
akan dapat menjijikkan pandangan, misalnya kerana ada daging tambah yang
dapat menimbulkan sakit secara perasaan ataupun secara kejiwaan kalau
daging lebih itu dibiarkan, maka waktu itu tidak berdosa orang untuk
berubat selama untuk tujuan demi menghilangkan penyakit yang bersarang dan
mengancam hidupnya. kerana Allah tidak menjadikan agama buat kita ini
dengan penuh kesukaran [17].
Barangkali yang memperkuat permasalahan tersebut di atas, iaitu
tentang hadis "dilaknat perempuan-perempuan yang menjarangkan giginya
supaya cantik" seperti tersebut di atas. Dari hadis itu pula dapat
difahamkan, bahawa yang tercela itu ialah perempuan yang mengerjakan hal
tersebut semata-mata untuk tujuan keindahan dan kecantikan yang dusta.
Tetapi kalau hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan
penyakit atau bahaya yang mengancam, maka sedikitpun tidak ada halangan.
Wallahu a'lam!

Menipiskan Alis
Salah satu cara berhias yang berlebih-lebihan yang diharamkan Islam,
iaitu mencukur rambut alis mata untuk ditinggikan atau disamakan. Dalam hal
ini Rasulullah pernah melaknatnya, seperti tersebut dalam hadis:
"Rasulullah s.a.w. melaknat perempuan-perempuan yang mencukur alisnya
atau minta dicukurkan alisnya." (Riwayat Abu Daud, dengan sanad yang hasan.
Demikian menurut apa yang tersebut dalam Fathul Baari)
Sedang dalam Bukhari disebut: Rasulullah s.a.w. melaknat
perempuan-perempuan yang minta dicukur alisnya.
Lebih diharamkan lagi, jika mencukur alis itu dikerjakan sebagai
simbol bagi perempuan-perempuan cabul.
Sementara ulama madzhab Hanbali berpendapat, bahawa perempuan
diperkenankan mencukur rambut dahinya, mengukir, memberikan cat merah (make
up) dan meruncingkan ujung matanya, apabila dengan seizin suami, kerana hal
tersebut termasuk berhias.
Tetapi oleh Imam Nawawi diperketat, bahawa mencukur rambut dahi itu
samasekali tidak boleh. Dan dibantahnya dengan membawakan riwayat yang
tersebut dalam Sunan Abu Daud: Bahawa yang disebut namishah (mencukur alis)
sehingga tipis sekali. Dengan demikian tidak termasuk menghias muka dengan
menghilangkan bulu-bulunya.
Imam Thabari meriwayatkan dari isterinya Abu Ishak, bahawa satu
ketika dia pernah ke rumah Aisyah, sedang isteri Abu Ishak adalah waktu itu
masih gadis nan jelita. Kemudian dia bertanya: Bagaimana hukumnya perempuan
yang menghias mukanya untuk kepentingan suaminya? Maka jawab Aisyah:
Hilangkanlah kejelekan-kejelekan yang ada pada kamu itu sedapat mungkin
[18].

Menyambung Rambut
Termasuk perhiasan perempuan yang terlarang ialah menyambung rambut
dengan rambut lain, baik rambut itu asli atau imitasi seperti yang terkenal
sekarang ini dengan nama wig.
Imam Bukhari meriwayatkan dari jalan Aisyah, Asma', Ibnu Mas'ud, Ibnu
Umar dan Abu Hurairah sebagai berikut: "Rasulullah s.a.w. melaknat
perempuan yang menyambung rambut atau minta disambungkan rambutnya."
Bagi laki-laki lebih diharamkan lagi, baik dia itu bekerja sebagai
tukang menyambung seperti yang dikenal sekarang tukang rias ataupun dia
minta disambungkan rambutnya, jenis perempuan-perempuan wadam (laki-laki
banci) seperti sekarang ini.
Persoalan ini oleh Rasulullah s.a.w, diperkeras sekali dan digiatkan
untuk memberantasnya. Sampai pun terhadap perempuan yang rambutnya gugur
kerana sakit misalnya, atau perempuan yang hendak menjadi pengantin untuk
bermalam pertama dengan suaminya, tetap tidak boleh rambutnya itu
disambung.
Aisyah meriwayatkan: "Seorang perempuan Anshar telah kawin, dan
sesungguhnya dia sakit sehingga gugurlah rambutnya, kemudian keluarganya
bermaksud untuk menyambung rambutnya, tetapi sebelumnya mereka bertanya
dulu kepada Nabi, maka jawab Nabi: Allah melaknat perempuan yang menyambung
rambut dan yang minta disambung rambutnya." (Riwayat Bukhari)
Asma' juga pernah meriwayatkan: "Ada seorang perempuan bertanya
kepada Nabi s.a.w.: Ya Rasulullah, sesungguhnya anak saya terkena suatu
penyakit sehingga gugurlah rambutnya, dan saya akan kawinkan dia apakah
boleh saya sambung rambutnya? Jawab Nabi: Allah melaknat perempuan yang
menyambung rambut dan yang minta disambungkan rambutnya." (Riwayat Bukhari)
Said bin al-Musayib meriwayatkan: "Muawiyah datang ke Madinah dan ini
merupakan kedatangannya yang paling akhir di Madinah, kemudian ia
bercakap-cakap dengan kami. Lantas Muawiyah mengeluarkan satu ikat rambut
dan ia berkata: Saya tidak pernah melihat seorangpun yang mengerjakan
seperti ini kecuali orang-orang Yahudi, dimana Rasulullah s.a.w. sendiri
menamakan ini suatu dosa yakni perempuan yang menyambung rambut (adalah
dosa)."
Dalam satu riwayat dikatakan, bahawa Muawiyah berkata kepada penduduk
Madinah: "Di mana ulama-ulamamu? Saya pernah mendengar sendiri Rasulullah
s.a.w. bersabda: Sungguh Bani Israel rusak kerana perempuan-perempuannya
memakai ini (cemara)." (Riwayat Bukhari)
Rasulullah menamakan perbuatan ini zuur (dosa) berarti memberikan
suatu isyarat akan hikmah diharamkannya hal tersebut. Sebab hal ini tak
ubahnya dengan suatu penipuan, memalsu dan mengelabui. Sedang Islam benci
sekali terhadap perbuatan menipu; dan samasekali antipati terhadap orang
yang menipu dalam seluruh lapangan muamalah, baik yang menyangkut masalah
material ataupun moral. Kata Rasulullah s.a.w.: "Barangsiapa menipu kami,
bukanlah dari golongan kami." (Riwayat Jamaah sahabat)
Al-Khaththabi berkata: Adanya ancaman yang begitu keras dalam
persoalan-persoalan ini, kerana di dalamnya terkandung suatu penipuan. Oleh
kerana itu seandainya berhias seperti itu dibolehkan, niscaya cukup sebagai
jembatan untuk bolehnya berbuat bermacam-macam penipuan. Di samping itu
memang ada unsur perombakan terhadap ciptaan Allah. Ini sesuai dengan
isyarat hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud yang mengatakan "...
perempuan-perempuan yang merombak ciptaan Allah." [19]
Yang dimaksud oleh hadis-hadis tersebut di atas, iaitu menyambung
rambut dengan rambut, baik rambut yang dimaksud itu rambut asli ataupun
imitasi. Dan ini pulalah yang dimaksud dengan memalsu dan mengelabui.
Adapun kalau dia sambung dengan kain atau benang dan sabagainya, tidak
masuk dalam larangan ini. Dan dalam hal inf Said bin Jabir pernah
mengatakan: "Tidak mengapa kamu memakai benang." [20]
Yang dimaksud [tulisan Arab] di sini ialah benang sutera atau wool
yang biasa dipakai untuk menganyam rambut (jw. kelabang), dimana perempuan
selalu memakainya untuk menyambung rambut. Tentang kebolehan memakai benang
ini telah dikatakan juga oleh Imam Ahmad [21].

Semir Rambut
Termasuk dalam masalah perhiasan, iaitu menyemir rambut kepala atau
janggot yang sudah beruban.
Sehubungan dengan masalah ini ada satu riwayat yang menerangkan,
bahawa orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak memperkenankan menyemir rambut
dan merombaknya, dengan suatu anggapan bahawa berhias dan mempercantik diri
itu dapat menghilangkan arti beribadah dan beragama, seperti yang
dikerjakan oleh para rahib dan ahli-ahli Zuhud yang berlebih-lebihan itu.
Namun Rasulullah s.a.w. melarang taqlid pada suatu kaum dan mengikuti jejak
mereka, agar selamanya kepribadian umat Islam itu berbeza, lahir dan batin.
Untuk itulah maka dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah,
Rasulullah s.a.w. mengatakan: "Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak mahu
menyemir rambut, kerana itu berbezalah kamu dengan mereka." (Riwayat
Bukhari)
Perintah di sini mengandung arti sunnat, sebagaimana biasa dikerjakan
oleh para sahabat, misalnya Abubakar dan Umar. Sedang yang lain tidak
melakukannya, seperti Ali, Ubai bin Kaab dan Anas.
Tetapi warna apakah semir yang dibolehkan itu? Dengan warna hitam dan
yang lainkah atau harus menjauhi warna hitam? Namun yang jelas, bagi orang
yang sudah tua, ubannya sudah merata baik di kepalanya ataupun janggotnya,
tidak layak menyemir dengan warna hitam. Oleh kerana itu tatkala Abubakar
membawa ayahnya Abu Kuhafah ke hadapan Nabi pada hari penaklukan Makkah,
sedang Nabi melihat rambutnya bagaikan pohon tsaghamah yang serba putih
buahnya mahupun bunganya.
Untuk itu, maka bersabdalah Nabi: "Ubahlah ini (uban) tetapi jauhilah
warna hitam." (Riwayat Muslim)
Adapun orang yang tidak seumur dengan Abu Kuhafah (yakni belum begitu
tua), tidaklah berdosa apabila menyemir rambutnya itu dengan warna hitam.
Dalam hal ini az-Zuhri pernah berkata: "Kami menyemir rambut dengan warna
hitam apabila wajah masih nampak muda, tetapi kalau wajah sudah mengerut
dan gigi pun telah goyah, kami tinggalkan warna hitam tersebut." [22]
Termasuk yang membolehkan menyemir dengan warna hitam ini ialah
segolongan dari ulama salaf termasuk para sahabat, seperti: Saad bin Abu
Waqqash, Uqbah bin Amir, Hasan, Husen, Jarir dan lain-lain.
Sedang dari kalangan para ulama ada yang berpendapat tidak boleh
warna hitam kecuali dalam keadaan perang supaya dapat menakutkan musuh,
kalau mereka melihat tentara-tentara Islam semuanya masih nampak muda [23].
Dan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dzar mengatakan: "Sebaik-baik
bahan yang dipakai untuk menyemir uban ialah pohon inai dan katam."
(Riwayat Tarmizi dan Ashabussunan)
Inai berwarna merah, sedang katam sebuah pohon yang tumbuh di zaman
Rasulullah s.a.w. yang mengeluarkan zat berwarna hitam kemerah-merahan.
Anas bin Malik meriwayatkan, bahawa Abubakar menyemir rambutnya
dengan inai dan katam, sedang Umar hanya dengan inai saja.

Memelihara Janggot
Termasuk yang urgen dalam permasalahan kita ini, ialah tentang
memelihara janggot. Untuk ini Ibnu Umar telah meriwayatkan dari Nabi s.a.w.
yang mengatakan sebagai berikut: "Berbezalah kamu dengan orang-orang
musyrik, peliharalah janggot dan cukurlah kumis." (Riwayat Bukhari)
Perkataan i'fa (pelihara) dalam riwayat lain diartikan tarkuha wa
ibqaauha (tinggalkanlah dan tetapkanlah).
Hadis ini menerangkan alasan diperintahkannya untuk memelihara
janggot dan mencukur kumis, iaitu supaya berbeza dengan orang-orang
musyrik. Sedang yang dimaksud orang-orang musyrik di sini ialah orang-orang
Majusi penyembah api, dimana mereka itu biasa menggunting janggotnya,
bahkan ada yang mencukurnya.
Perintah Rasulullah ini mengandung pendidikan untuk umat Islam supaya
mereka mempunyai kepribadian tersendiri serta berbeza dengan orang kafir
lahir dan batin, yang tersembunyi mahupun yang tampak. Lebih-lebih dalam
hal mencukur janggot ini ada unsur-unsur menentang fitrah dan menyerupai
orang perempuan. Sebab janggot adalah lambang kesempurnaan laki-laki dan
tanda-tanda yang membezakan dengan jenis lain.
Namun demikian, bukan berarti samasekali tidak boleh memotong janggot
dimana kadang-kadang janggot itu kalau dibiarkan boleh panjang yang
menjijikkan yang dapat mengganggu pemiliknya. Untuk itulah maka janggot
yang demikian boleh diambil/digunting kebawah mahupun kesamping,
sebagaimana tersebut dalam hadis rlwayat Tarmizi. Hal ini pernah juga
dikerjakan oleh sementara ulama salaf, seperti kata Iyadh: "Mencukur,
menggunting dan mencabut janggot dimakruhkan. Tetapi kalau diambil dari
panjangnya atau ke sampingnya apabila ternyata janggot itu besar (tebal),
maka itu satu hal yang baik."
Dan Abu Syamah juga berkata: "Terdapat suatu kaum yang biasa mencukur
janggotnya. Berita yang terkenal, bahawa yang berbuat demikian itu ialah
orang-orang Majusi, bahawa mereka itu biasa mencukur janggotnya." [24]
Kami berpendapat: Bahawa kebanyakan orang-orang Islam yang mencukur
janggotnya itu lantaran mereka meniru musuh-musuh mereka dan kaum penjajah
negeri mereka dan orang-orang Yahudi dan Kristian. Sebagaimana
kelazimannya, bahawa orang-orang yang kalah senantiasa meniru orang yang
menang. Mereka melakukan hal itu jelas telah lupa kepada perintah
Rasulullah yang menyuruh supaya mereka berbeza dengan orang-orang kafir. Di
samping itu mereka telah lupa pula terhadap larangan Nabi tentang
menyerupai orang kafir, seperti yang tersebut dalam hadisnya yang
mengatakan: "Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia itu termasuk
golongan mereka." (Riwayat Abu Dawud)
Kebanyakan ahli-ahli fiqih yang berpendapat tentang haramnya mencukur
janggot itu berdalil perintah Rasul di atas. Sedang tiap-tiap perintah
asalnya menunjukkan pada wajib, lebih-lebih Rasulullah sendiri telah
memberikan alasan perintahnya itu supaya kita berbeza dengan orang-orang
kafir. Dan berbeza dengan orang kafir itu sendiri hukumnya wajib pula.
Tidak seorang pun ulama salaf yang meninggalkan kewajiban ini. Tetapi
sementara ulama-ulama sekarang ada yang membolehkan mencukur janggot kerana
terpengaruh oleh keadaan dan memang kerana bencana yang telah meluas.
Mereka ini berpendapat, bahawa memelihara janggot itu termasuk perbuatan
Rasulullah yang bersifat duniawiah, bukan termasuk persoalan syara' yang
harus ditaati. Tetapi yang benar, bahawa memelihara janggot itu bukan
sekadar fi'liyah Nabi, bahkan ditegaskan pula dengan perintah dan disertai
alasan supaya berbeza dengan orang kafir,
Ibnu Taimiyah menegaskan, bahawa berbeza dengan orang kafir adalah
suatu hal yang oleh syara' ditekankan. Dan menyerupai orang kafir dalam
lahiriahnya dapat menimbulkan perasaan kasih dalam hatinya, sebagaimana
perasaan kasih dalam batin dapat menimbulkan perasaan dalam lahir. Ini
sudah dibuktikan sendiri oleh suatu kenyataan dan diperoleh berdasarkan
suatu percubaan.
Selanjutnya ia berkata: Al-Quran, Hadis dan Ijma' sudah menegaskan
terhadap perintah supaya berbeza dengan orang kafir dan dilarang menyerupai
mereka secara keseluruhannya. Apa saja yang kiranya menimbulkan kerusakan
walaupun agak tersembunyi, maka sudah dapat dikaitkan dengan suatu hukum
dan dapat dinyatakan haram. Maka dalam hal menyerupai orang kafir pada
lahiriahnya sudah merupakan sebab untuk menyerupai akhlak dan perbuatannya
yang tercela, bahkan akan boleh berpengaruh pada kepercayaan. Pengaruhnya
ini memang tidak dapat dikonkritkan, dan kejelekan yang ditimbulkan akibat
dari sikap menyerupai itu sendiri kadang-kadang tidak begitu jelas, bahkan
kadang-kadang sukar dibuktikan. Tetapi setiap hal yang menjadi sebab
timbulnya suatu kerusakan, syara' menganggapnya suatu hal yang haram [25].
Dari keterangan-keterangan di atas dapat kita simpulkan, bahawa
masalah mencukur janggot ini ada tiga pendapat:
1. Pendapat pertama: Hukumnya haram. Yang berpendapat demikian, ialah
Ibnu Taimiyah dan lain-lain.
2. Pendapat kedua: Makruh. Yang berpendapat demikian ialah Iyadh,
sebagaimana tersebut dalam Fathul Bari. Sedang ulama lain tidak ada yang
berpendapat demikian.
3. Pendapat ketiga: Mubah. Yang berpendapat demikian sementara ulama
sekarang.
Tetapi barangkali yang agak moderat dan bersikap tengah-tengah iaitu
pendapat yang menyatakan makruh. Sebab tiap-tiap perintah tidak selamanya
menunjukkan pada wajib, sekalipun dalam hal ini Nabi telah memberikan
alasannya supaya berbeza dengan orang kafir. Perbandingan yang lebih
mendekati kepada persoalan ini ialah tentang perintah menyemir rambut
supaya berbeza dengan orang Yahudi dan Kristian. Tetapi sebahagian sahabat
ada yang tidak mengerjakannya. Oleh kerana itu perintah tersebut sekadar
menunjukkan sunnat.
Betul tidak ada seorang pun ulama salaf yang mencukur janggot, tetapi
barangkali saja kerana mereka tidak begitu memerlukan, kerana memelihara
janggot waktu itu sudah menjadi kebiasaan mereka.
(dari berbagai sumber)*