tag:blogger.com,1999:blog-64757852745850068382023-06-20T20:37:27.524+07:00SurgaDuniasurgaduniahttp://www.blogger.com/profile/07095118111258382129noreply@blogger.comBlogger3125tag:blogger.com,1999:blog-6475785274585006838.post-58700724865207770102009-01-23T16:19:00.002+07:002009-01-23T16:19:59.437+07:00Ku Ingin Anak Lelakiku Menirumu<p class="MsoNormal">Ku Ingin Anak Lelakiku Menirumu<br />Oleh : Neno Warisman - 'Izinkan Aku Bertutur'<br /><br /> Ketika lahir, anak lelakiku gelap benar kulitnya, Lalu<br />kubilang pada ayahnya: "Subhanallah, dia benar-benar mirip denganmu ya!"<br />Suamiku menjawab: "Bukankah sesuai keinginanmu? Kau yang bilang kalau<br />anak lelaki ingin seperti aku." Aku mengangguk. Suamiku kembali bekerja<br />seperti biasa.<br /> Ketika bayi kecilku berulang tahun pertama, aku<br />mengusulkan perayaannya dengan mengkhatam kan Al Quran di rumah Lalu kubilang pada suamiku: "Supaya ia menjadi penghafal Kitabullah ya,Yah."<br />Suamiku menatap padaku seraya pelan berkata: "Oh ya. Ide bagus itu."<br />Bayi kami itu, kami beri nama Ahmad, mengikuti panggilan Rasulnya.<br />Tidak berapa lama, ia sudah pandai memanggil-manggil kami berdua: Ammaa.<br />Apppaa. Lalu ia menunjuk pada dirinya seraya berkata: Ammat! Maksudnya ia<br />Ahmad. Kami berdua sangat bahagia dengan kehadirannya.<br /><span style=""> </span>Ahmad tumbuh jadi anak cerdas, persis seperti papanya.<br />Pelajaran matematika sederhana sangat mudah dikuasainya.<br />Ah, papanya memang jago matematika. Ia kebanggaan keluarganya.<br />Sekarang pun sedang S3 di bidang Matematika.<br /> Ketika Ahmad ulang tahun kelima, kami mengundang keluarga.<br />Berdandan rapi kami semua. Tibalah saat Ahmad menjadi bosan dan agak<br />mengesalkan. Tiba-tiba ia minta naik ke punggung papanya. Entah apa<br />yang menyebabkan papanya begitu berang, mungkin menganggap Ahmad<br />sudah sekolah, sudah terlalu besar untuk main kuda-kudaan, atau<br />lantaran banyak tamu dan ia kelelahan.<br /> Badan Ahmad terhempas ditolak papanya, wajahnya merah,<br />tangisnya pecah, Muhammad terluka hatinya di hari ulang tahunnya kelima.<br />Sejak hari itu, Ahamad jadi pendiam. Murung ke sekolah, menyendiri di<br />rumah. Ia tak lagi suka bertanya, dan ia menjadi amat mudah marah.<br /> Aku coba mendekati suamiku, dan menyampaikan alasanku.<br />Ia sedang menyelesaikan papernya dan tak mau diganggu oleh urusan<br />seremeh itu, katanya.<br /> Tahun demi tahun berlalu. Tak terasa Ahmad telah selesai<br />S1. Pemuda gagah, pandai dan pendiam telah membawakan aku seorang mantu<br />dan seorang cucu. Ketika lahir, cucuku itu, istrinya berseru sambil<br />tertawa-tawa lucu: "Subhanallah! Kulitnya gelap, Mas, persis seperti<br />kulitmu!"<br /> Ahmad menoleh dengan kaku, tampak ia tersinggung dan<br />merasa malu. "Salahmu. Kamu yang ingin sendiri, <st1:state st="on"><st1:place st="on">kan</st1:place></st1:State>. Kalau lelaki ingin<br />seperti aku!" Di tanganku, terajut ruang dan waktu. Terasa ada yang<br />pedih di<br />hatiku. <st1:city st="on"><st1:place st="on">Ada</st1:place></st1:City> yang mencemaskan aku. Cucuku pulang ke rumah, bulan berlalu.<br /> Kami, nenek dan kakeknya, datang bertamu. Ahmad kecil<br />sedang digendong ayahnya. Menangis ia. Tiba-tiba Ahmad anakku menyergah<br />sambil berteriak menghentak, "Ah, gimana sih, kok nggak dikasih pampers<br />anak ini!" Dengan kasar disorongkannya bayi mungil itu.<br /> Suamiku membaca korannya, tak tergerak oleh suasana. Ahmad,<br />papa bayi ini, segera membersihkan dirinya di kamar mandi.<br /> Aku, wanita tua, ruang dan waktu kurajut dalam pedih duka<br />seorang istri dan seorang ibu. Aku tak sanggup lagi menahan gelora<br />di dada ini.Pecahlah tangisku serasa sudah berabad aku menyimpannya.<br /> Aku rebut koran di tangan suamiku dan kukatakan padanya:<br />"Dulu kau hempaskan Ahmad di lantai itu! Ulang tahun ke <st1:city st="on"><st1:place st="on">lima</st1:place></st1:City>, kau ingat?<br />Kau tolak ia merangkak di punggungmu! Dan ketika aku minta kau perbaiki,<br />kau bilang kau sibuk sekali. Kau dengar? Kau dengar anakmu tadi? Dia tidak<br />suka dipipisi. Dia asing dengan anaknya sendiri!"<br /> Allahumma Shali ala Muhammad. Allahumma Shalli alaihi<br />wassalaam.<br /> Aku ingin anakku menirumu, wahai Nabi. Engkau membopong<br />cucu-cucumu di punggungmu, engkau bermain berkejaran dengan mereka<br />Engkau bahkan menengok seorang anak yang burung peliharaannya mati. Dan<br />engkau pula yang berkata ketika seorang ibu merenggut bayinya dari<br />gendonganmu, "Bekas najis ini bisa kuseka, tetapi apakah kau bisa<br />menggantikan saraf halus yang putus di kepalanya?"<br /> Aku memandang suamiku yang terpaku. Aku memandang anakku<br />yang tegak diam bagai karang tajam. Kupandangi keduanya, berlinangan air<br />mata. Aku tak boleh berputus asa dari Rahmat-Mu, ya Allah, bukankah begitu?<br /> Lalu kuambil tangan suamiku, meski kaku, kubimbing ia<br />mendekat kepada Ahmad. Kubawa tangannya menyisir kepala anaknya, yang<br />berpuluh tahun tak merasakan sentuhan tangan seorang ayah yang didamba.<br /> Dada Ahmad berguncang menerima belaian. Kukatakan di<br />hadapan mereka berdua, "Lakukanlah ini, permintaan seorang yang akan<br />dijemput ajal yang tak mampu mewariskan apa-apa: kecuali Cinta.<br />Lakukanlah, demi setiap anak lelaki yang akan lahir dan menurunkan<br />keturunan demi keturunan. Lakukanlah, untuk sebuah perubahan besar di rumah<br />tangga kita! Juga di permukaan dunia.<br /><span style=""> </span>Tak akan pernah ada perdamaian selama anak laki-laki tak diajarkan rasa<br />kasih dan sayang, ucapan kemesraan, sentuhan dan belaian, bukan hanya<br />pelajaran untuk menjadi jantan seperti yang kalian pahami. Kegagahan tanpa<br />perasaan.<br /><span style=""> </span>Dua laki-laki dewasa mengambang air di mata mereka. Dua laki-laki<br />dewasa dan seorang wanita tua terpaku di tempatnya. Memang tak mudah untuk<br />berubah. Tapi harus dimulai. Aku serahkan bayi Ahmad ke pelukan suamiku.<br />Aku bilang: "Tak ada kata terlambat untuk mulai, Sayang."<br /> Dua laki-laki dewasa itu kini belajar kembali. Menggendong<br />bersama, bergantian menggantikan popoknya, pura-pura merancang hari<br />depan si bayi Kini tawa mereka memenuhi rongga dadaku yang sesak oleh<br />bahagia, syukur pada-Mu Ya Allah! Engkaulah penolong satu-satunya ketika<br />semua jalan tampak buntu. Engkaulah cahaya di ujung keputusasaanku.<br /> Tiga laki-laki dalam hidupku aku titipkan mereka di<br />tangan-Mu. Kelak, jika aku boleh bertemu dengannya, Nabiku, aku ingin<br />sekali berkata: Ya, Nabi. aku telah mencoba sepenuh daya tenaga untuk<br />mengajak mereka semua menirumu!<br /> Amin, alhamdulillah</p>surgaduniahttp://www.blogger.com/profile/07095118111258382129noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6475785274585006838.post-19292442810018193192009-01-23T16:10:00.001+07:002009-01-23T16:10:56.526+07:00Tiga kali Allah Memanggil kita<p class="MsoNormal"><b style="">Allah hanya memanggil kita 3 kali saja seumur hidup..</b><br /><b style=""><br />'Panggilan pertama adalah*Azan*'</b><br />'Itu adalah panggilan Allah yang pertama. Panggilan ini sangat jelas<br />terdengar di telinga kita, sangat kuat terdengar. Ketika kita sholat,<br />sesungguhnya kita menjawab panggilan Allah. Tetapi Allah masih fleksibel,<br />Dia tidak 'cepat marah' akan sikap kita. Kadang kita terlambat, bahkan<br />tidak<br />sholat sama sekali karena malas. Allah tidak marah seketika. Dia masih<br />memberikan rahmatNya, masih memberikan kebahagiaan bagi umatNya, baik<br />umatNya itu menjawab panggilan Azan-Nya atau tidak. Allah hanya akan<br />membalas umatNya ketika hari Kiamat nanti'.<br />bagaimana dengan sehari hari anda????<br /><br /><b style="">Panggilan yang kedua adalah panggilan* Umrah/Haji*</b><br />Panggilan ini bersifat halus. Allah memanggil hamba-hambaNya dengan<br />panggilan yang halus dan sifatnya 'bergiliran' . Hamba yang satu<br />mendapatkan<br />kesempatan yang berbeda dengan hamba yang lain. Jalan nya bermacam-macam.<br />Yang tidak punya uang menjadi punya uang, yang tidak merancang pula akan<br />pergi, ada yang memang merancang dan terkabul. Ketika kita mengambil niat<br />Haji / Umrah, berpakaian Ihram dan melafazkan 'Labaik Allahuma Labaik/<br />Umrotan', sesungguhnya kita saat itu menjawab panggilan Allah yang ke dua.<br />Saat itu kita merasa bahagia, karena panggilan Allah sudah kita jawab,<br />meskipun panggilan itu halus sekali. Allah berkata, laksanakan Haji / Umrah<br />bagi yang mampu'.<br /><br /><b style="">panggilan ketiga adlah* KEMATIAN*</b>. </p> <p class="MsoNormal">Panggilan yang kita<br />jawab dengan amal kita. Pada kebanyakan kasus, Allah tidak memberikan<br />tanda<br />tanda secara langsung, dan kita tidak mampu menjawab dengan lisan dan<br />gerakan. Kita hanya menjawabnya dengan amal sholeh. Karena itu Shinta,<br />manfaatkan waktumu sebaik-baiknya. ..Jawablah 3 panggilan Allah dengan<br />hatimu dan sikap yang Husnul Khotimah.... .......Insya Allah syurga adalah<br />balasannya.. ...'<br /><br />*Huraisy*<br />*Pada hari kiamat akan keluar seekor binatang dari neraka jahanam yang<br />bernama 'Huraisy' berasal dari anak kala jengking. Besarnya Huraisy ini<br />dari timur hingga ke barat. Panjangnya pula seperti jarak langit dan bumi.<br />Malaikat Jibril bertanya : 'Hai Huraisy! Engkau hendak ke mana dan siapa<br />yang kau cari?' Huraisy pun menjawab, 'Aku mahu mencari <st1:city st="on"><st1:place st="on">lima</st1:place></st1:City> orang.'<br /><br />Pertama, orang yang meninggalkan sembahyang.<br />Kedua, orang yang tidak mahu keluarkan zakat.<br />Ketiga, orang yang durhaka kepada ibubapanya.<br />Keempat, orang yang bercakap tentang dunia di dalam masjid.<br />Kelima, orang yang suka minum arak.<br /><br />sampaikan pesanan ini biarpn 1 ayat.. Wallahualam</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><span style=""> </span><span style=""> </span><span style=""> </span><span style=""> </span><span style=""> </span>(dari berbagai sumber)</p>surgaduniahttp://www.blogger.com/profile/07095118111258382129noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6475785274585006838.post-86792399272248954422009-01-16T15:42:00.005+07:002009-01-16T16:25:03.213+07:00Belajar tentang halal dan haram dikehidupan sehari hari.Mari belajar tentang haram dan halal dalam kehidupan sehari hari kita<br /><br /><span style="font-weight: bold;"> PAKAIAN DAN PERHIASAN </span><br /> Islam memperkenankan kepada setiap muslim, bahkan menyuruh supaya<br />geraknya baik, elok dipandang dan hidupnya teratur dengan rapi untuk<br />menikmati perhiasan dan pakaian yang telah dicipta Allah.<br /> Adapun tujuan pakaian dalam pandangan Islam ada dua macam; iaitu,<br />guna menutup aurat dan berhias. Ini adalah merupakan pemberian Allah kepada<br />umat manusia seluruhnya, di mana Allah telah menyediakan pakaian dan<br />perhiasan, kiranya mereka mahu mengaturnya sendiri. Maka berfirmanlah Allah<br />s.w.t.:<br /> "Hai anak-cucu Adam! Sungguh Kami telah menurunkan untuk kamu pakaian<br />yang dapat menutupi aurat-auratmu dan untuk perhiasan." (al-A'raf: 27)<br /> Barangsiapa yang mengabaikan salah satu dari dua perkara di atas,<br />iaitu berpakaian untuk menutup aurat atau berhias, maka sebenarnya orang<br />tersebut telah menyimpang dari ajaran Islam dan mengikuti jejak syaitan.<br />Inilah rahasia dua seruan yang dicanangkan Allah kepada umat manusia,<br />sesudah Allah mengumandangkan seruanNya yang terdahulu itu, dimana dalam<br />dua seruanNya itu Allah melarang keras kepada mereka telanjang dan tidak<br />mahu berhias, yang justru keduanya itu hanya mengikuti jejak syaitan<br />belaka. Untuk itulah maka Allah berfirman:<br /> "Hai anak-cucu Adam! Jangan sampai kamu dapat diperdayakan oleh<br />syaitan, sebagaimana mereka telah dapat mengeluarkan kedua orang tuamu<br />(Adam dan Hawa) dari sorga, mereka dapat menanggalkan pakaian kedua orang<br />tuamu itu supaya kelihatan kedua auratnya." (al-A'raf: 27)<br /> "Hai anak-cucu Adam! Pakailah perhiasanmu di tiap-tiap masjid dan<br />makanlah dan minumlah tetapi jangan berlebih-lebihan (boros)."<br />(al-A'raf:31)<br /> Islam mewajibkan kepada setiap muslim supaya menutup aurat, dimana<br />setiap manusia yang berbudaya sesuai dengan fitrahnya akan malu kalau<br />auratnya itu terbuka. Sehingga dengan, demikian akan berbezalah manusia<br />dari binatang yang telanjang.<br /> Seruan Islam untuk menutup aurat ini berlaku bagi setiap manusia,<br />kendati dia seorang diri terpencil dari masyarakat, sehingga kesopanannya<br />itu merupakan kesopanan yang dijiwai oleh agama dan moral yang tinggi.<br />Bahaz bin Hakim dari ayahnya dari datuknya menceriterakan, kata datuknya<br />itu:<br /> "Ya, Rasulullah! Aurat kami untuk apa harus kami pakai, dan apa yang<br />harus kami tinggalkan? Jawab Nabi. 'Jagalah auratmu itu kecuali terhadap<br />isterimu atau hamba sahayamu.' Aku bertanya lagi: 'Ya, Rasulullah!<br />Bagaimana kalau suatu kaum itu bergaul satu sama lain?' Jawab Nabi, 'Kalau<br />kamu dapat supaya tidak seorang pun yang melihatnya, maka janganlah dia<br />melihat.' Aku bertanya lagi: 'Bagaimana kalau kami sendirian?' Jawab Nabi,<br />'Allah tabaraka wa Ta'ala, lebih berhak (seseorang) malu kepadaNya."<br />(Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tarmizi, Ibnu Majah, Hakim dan Baihaqi)<br /><br /><span style="font-weight: bold;"> Islam Agama Bersih dan Cantik</span><br /> Sebelum Islam mencenderung kepada masalah perhiasan dan gerak yang<br />baik, terlebih dahulu Islam mengerahkan kecenderungannya yang lebih besar<br />kepada masalah kebersihan adalah merupakan dasar pokok bagi setiap<br />perhiasan yang baik dan pemandangan yang elok.<br /> Dalam salah satu hadisnya, Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai<br />berikut: "Menjadi bersihlah kamu, kerana sesungguhnya Islam itu bersih."<br />(Riwayat Ibnu Hibban)<br /> Dan sabdanya pula: "Kebersihan itu dapat mengajak orang kepada iman.<br />Sedang iman itu akan bersama pemiliknya ke sorga." (Riwayat Thabarani)<br /> Rasulullah s.a.w. sangat menekankan tentang masalah kebersihan<br />pakaian, badan, rumah dan jalan-jalan. Dan lebih serius lagi, iaitu tentang<br />kebersihan gigi, tangan dan kepala.<br /> Ini bukan suatu hal yang menghairankan, kerana Islam telah meletakkan<br />suci (bersih) sebagai kunci bagi peribadatannya yang tertinggi iaitu<br />shalat. Oleh kerana itu tidak akan diterima sembahyangnya seorang muslim<br />sehingga badannya bersih, pakaiannya bersih dan tempat yang dipakai pun<br />dalam keadaan bersih. Ini belum termasuk kebersihan yang diwajibkan<br />terhadap seluruh badan atau pada anggota badan. Kebersihan yang wajib ini<br />dalam Islam dilakukan dengan mandi dan wudhu'.<br /> Kalau suasana bangsa Arab itu dikelilingi oleh suasana pedesaan<br />padang pasir di mana orang-orangnya atau kebanyakan mereka itu telah<br />merekat dengan meremehkan urusan kebersihan dan berhias, maka Nabi Muhammad<br />s.a.w. waktu itu memberikan beberapa bimbingan yang cukup dapat<br />membangkitkan, serta nasihat-nasihat yang jitu, sehingga mereka naik dari<br />sifat-sifat primitif menjadi bangsa moden dan dari bangsa yang sangat kotor<br />menjadi bangsa yang cukup necis.<br /> Pernah ada seorang laki-laki datang kepada Nabi, rambut dan<br />janggotnya morat-marit tidak terurus, kemudian Nabi mengisyaratkan,<br />seolah-olah memerintah supaya rambutnya itu diperbaiki, maka orang tersebut<br />kemudian memperbaikinya, dan setelah itu dia kembali lagi menghadap Nabi.<br /> Maka kata Nabi: "Bukankah ini lebih baik daripada dia datang sedang<br />rambut kepalanya morat-marit seperti syaitan?" (Riwayat Malik)<br /> Dan pernah juga Nabi melihat seorang laki-laki yang kepalanya kotor<br />sekali. Maka sabda Nabi: "Apakah orang ini tidak mendapatkan sesuatu yang<br />dengan itu dia dapat meluruskan rambutnya?"<br /> Pernah juga Nabi melihat seorang yang pakaiannya kotor sekali, maka<br />apa kata Nabi: "Apakah orang ini tidak mendapatkan sesuatu yang dapat<br />dipakai mencuci pakaiannya?" (Riwayat Abu Daud)<br /> Dan pernah ada seorang laki-laki datang kepada Nabi, pakaiannya<br />sangat menjijikkan, maka tanya Nabi kepadanya: "Apakah kamu mempunyai<br />wang?" Orang tersebut menjawab: "Ya! saya punya" Nabi bertanya lagi. "Dari<br />mana wang itu?" Orang itupun kemudian menjawab: "Dari setiap harta yang<br />Allah berikan kepadaku." Maka kata Nabi: "Kalau Allah memberimu harta, maka<br />sungguh Dia (lebih senang) menyaksikan bekas nikmatNya yang diberikan<br />kepadamu dan bekas kedermawananNya itu." (Riwayat Nasa'i)<br /> Masalah kebersihan ini lebih ditekankan lagi pada hari-hari<br />berkumpul, misalnya: Pada hari Jum'at dan Hari raya. Dalam hal ini Nabi pun<br />pernah bersabda: "Sebaiknyalah salah seorang di antara kamu --jika ada<br />rezeki-- memakai dua pakaian untuk hari Jum'at, selain pakaian kerja."<br />(Riwayat Abu Daud)<br /><br /><span style="font-weight: bold;"> Emas dan Sutera Asli Haram Untuk Orang Laki-Laki</span><br /> Kalau Islam telah memberikan perkenan bahkan menyerukan kepada<br />umatnya supaya berhias dan menentang keras kepada siapa yang<br />mengharamkannya, iaitu seperti yang dikatakan Allah dalam al-Quran:<br /> "Siapakah yang berani mengharamkan perhiasan Allah yang telah<br />dikeluarkan untuk hambaNya dan begitu juga rezeki-rezeki yang baik<br />(halal)?" (al-A'raf: 32)<br /> Maka dibalik itu Islam telah mengharamkan kepada orang laki-laki dua<br />macam perhiasan, di mana kedua perhiasan tersebut justru paling manis buat<br />kaum wanita. Dua macam perhiasan itu ialah:<br /> 1. Berhias dengan emas.<br /> 2. Memakai kain sutera asli. <br />Ali bin Abu Talib r.a. berkata: "Rasulullah s.a.w. mengambil sutera,<br />ia letakkan di sebelah kanannya, dan ia mengambil emas kemudian diletakkan<br />di sebelah kirinya, lantas ia berkata: Kedua ini haram buat orang laki-laki<br />dari umatku." (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Nasa'i, Ibnu Hibban dan Ibnu Majah) Tetapi Ibnu Majah menambah: "halal buat orang-orang perempuan."<br /> Dan Saiyidina Umar pernah juga berkata: "Aku pernah mendengar<br />Rasulullah s.a. w. bersabda: 'Jangan kamu memakai sutera, kerana<br />barangsiapa memakai di dunia, nanti di akhirat tidak lagi memakainya.'"<br />(Riwayat Bukhari dan Muslim)<br /> Dan tentang masalah pakaian sutera Nabi pun pernah juga bersabda:<br />"Sesungguhnya ini adalah pakaian orang yang (nanti di akhirat) tidak ada<br />sedikitpun bahagian baginya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)<br /> Dan tentang masalah emas, Nabi s.a.w. pernah melihat seorang laki-laki<br />memakai cincin emas di tangannya, kemudian oleh Nabi dicabutnya cincin itu<br />dan dibuang ke tanah.<br /> Kemudian beliau bersabda: "Salah seorang diantara kamu ini sengaja<br />mengambil bara api kemudian ia letakkan di tangannya. Setelah Rasulullah<br />pergi, kepada si laki-laki tersebut dikatakan: 'Ambillah cincinmu itu dan<br />manfaatkanlah.' Maka jawabnya: 'Tidak! Demi Allah, saya tidak mengambil<br />cincin yang telah dibuang oleh Rasulullah.'" (Riwayat Muslim)<br /> Dan seperti cincin, menurut apa yang kami saksikan di kalangan<br />orang-orang kaya, iaitu mereka memakai pena emas, jam emas, gelang emas,<br />kaling rokok emas, mulut (gigi) emas dan seterusnya.<br /> Adapun memakai cincin perak, buat orang laki-laki jelas telah<br />dihalalkan oleh Rasulullah s.a.w., sebagaimana tersebut dalam hadis riwayat<br />Bukhari, bahawa Rasulullah sendiri memakai cicin perak, yang kemudian<br />cincin itu pindah ke tangan Abu Bakar, kemudian pindah ke tangan Umar dan<br />terakhir pindah ke tangan Usman sehingga akhirnya jatuh ke sumur Aris (di<br />Quba') [13].<br /> Tentang logam-logam yang lain seperti besi dan sebagainya tidak ada<br />satupun nas yang mengharamkannya, bahkan yang ada adalah sebaliknya, iaitu<br />Rasulullah s.a.w. pernah menyuruh kepada seorang laki-laki yang hendak<br />kawin dengan sabdanya: "Berilah (si perempuan itu) mas kawin, walaupun<br />dengan satu cincin dari besi." (Riwayat Bukhari)<br /> Dari hadis inilah, maka Imam Bukhari beristidlal untuk menetapkan<br />halalnya memakai cincin besi.<br /> Memakai pakaian sutera dapat diberikan keringanan (rukhshah) apabila<br />ada suatu keperluan yang berhubungan dengan masalah kesihatan, iaitu<br />sebagaimana Rasulullah pernah mengizinkan Abdur-Rahman bin 'Auf dan<br />az-Zubair bin Awwam untuk memakai sutera kerana ada luka di bahagian<br />badannya [14]<br />Hikmah Diharamkannya Emas dan Sutera Terhadap Laki-Laki<br /> Di haramkannya dua perkara tersebut terhadap laki-laki, Islam<br />bermaksud kepada suatu tujuan pendidikan moral yang tinggi; sebab Islam<br />sebagai agama perjuangan dan kekuatan, harus selalu melindungi sifat<br />keperwiraan laki-laki dari segala macam bentuk kelemahan, kejatuhan dan<br />kemerosotan. Seorang laki-laki yang oleh Allah telah diberi keistimewaan<br />susunan anggotanya yang tidak seperti susunan keanggotaan wanita, tidak<br />layak kalau dia meniru wanita-wanita ayu yang melebihkan pakaiannya sampai<br />ke tanah dan suka bermegah-megah dengan perhiasan dan pakaian.<br /> Dibalik itu ada suatu tujuan sosial. Yakni, bahawa diharamkannya emas<br />dan sutera bagi laki-laki adalah salah satu bahagian daripada program Islam<br />dalam rangka memberantas hidup bermewah-mewahan. Hidup bermewah-mewahan<br />dalam pandangan al-Quran adalah sama dengan suatu kemerosotan yang akan<br />menghancurkan sesuatu umat. Hidup bermewah-mewahan adalah merupakan<br />manifestasi kejahatan sosial, dimana segolongan kecil bermewah-mewahan<br />dengan cincin emas atas biaya golongan banyak yang hidup miskin lagi papa.<br />Sesudah itu dilanjutkan dengan suatu sikap permusuhan terhadap setiap<br />ajakan yang baik dan memperbaiki. Dalam hat ini al-Quran telah menyatakan:<br /> "Dan apabila kami hendak menghancurkan suatu desa, maka kami<br />perbanyak orang-orang yang bergelimang dalam kemewahan, kemudian mereka itu<br />berbuat fasik di desa tersebut, maka akan terbuktilah atas desa tersebut<br />suatu ketetapan, kemudian kami hancurkan desa tersebut dengan<br />sehancur-hancurnya." (al-Isra': 16)<br /> Dan firman Allah pula: "Kami tidak mengutus di suatu desa, seorang<br />pun utusan (Nabi) melainkan akan berkatalah orang-orang yang bergelimang<br />dalam kemewahan itu. Sesungguhnya kami tidak percaya terhadap kerasulanmu<br />itu." (Saba': 34)<br /> Untuk menerapkan jiwa al-Quran ini, maka Nabi Muhammad s.a.w. telah<br />mengharamkan seluruh bentuk kemewahan dengan segala macam manifestasinya<br />dalam kehidupan seorang muslim.<br /> Sebagaimana diharamkannya emas dan sutera terhadap laki-laki, maka<br />begitu juga diharamkan untuk semua laki-laki dan perempuan menggunakan<br />bejana emas dan perak. Sebagaimana akan tersebut nanti.<br /> Dan di balik itu semua, dapat pula ditinjau dari segi ekonomi, bahawa<br />emas adalah standard wang internasional. Oleh kerana itu tidak patut kalau<br />bejana atau perhiasan buat orang laki-laki.<br />Hikmah Dibolehkannya Untuk Wanita<br /> Dikecualikannya kaum wanita dari hukum ini adalah untuk memenuhi<br />perasaan, sesuai dengan tuntutan sifat kewanitaannya dan kecenderungan<br />fitrahnya kepada suka berhias; tetapi dengan syarat tidak boleh berhias<br />yang dapat menarik kaum pria dan membangkitkan syahwat.<br /> Untuk itu, maka dalam hadis Nabi diterangkan: "Siapa saja perempuan<br />yang memakai wangi-wangian kemudian melalui suatu kaum supaya mereka itu<br />mencium baunya, maka perempuan tersebut dianggap berzina, dan tiap-tiap<br />mata ada zinanya." (Riwayat Nasai, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)<br /> Dan firman Allah yang mengatakan: "Janganlah perempuan-perempuan itu<br />memukul-mukulkan kakinya di tanah, supaya diketahui apa yang mereka<br />sembunyikan dari perhiasannya." (an-Nur: 31)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pakaian Wanita Islam</span><br /> Islam mengharamkan perempuan memakai pakaian yang membentuk dan tipis<br />sehingga nampak kulitnya. Termasuk diantaranya ialah pakaian yang dapat<br />mempertajam bahagian-bahagian tubuh, khususnya tempat-tempat yang membawa<br />fitnah, seperti: buah dada, paha, dan sebagainya.<br /> Dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah s.a.w.<br />bersabda: "Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat<br />keduanya itu: (1) Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka<br />pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam); (2) Perempuan-perempuan<br />yang berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat<br />dan mencenderungkan orang lain kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar<br />punuk unta. Mereka ini tidak akan dapat masuk sorga, dan tidak akan mencium<br />bau sorga, padahal bau sorga itu tercium sejauh perjalanan demikian dan<br />demikian." (Riwayat Muslim, Babul Libas)<br /> Mereka dikatakan berpakaian, kerana memang mereka itu melilitkan<br />pakaian pada tubuhnya, tetapi pada hakikatnya pakaiannya itu tidak<br />berfungsi menutup aurat, kerana itu mereka dikatakan telanjang, kerana<br />pakaiannya terlalu tipis sehingga dapat memperlihatkan kulit tubuh, seperti<br />kebanyakan pakaian perempuan sekarang ini.<br /> Bukhtun adalah salah satu macam daripada unta yang mempunyai kelasa<br />(punuk) besar; rambut orang-orang perempuan seperti punuk unta tersebut<br />kerana rambutnya ditarik ke atas.<br /> Dibalik keghaiban ini, seolah-olah Rasulullah melihat apa yang<br />terjadi di zaman sekarang ini yang kini diwujudkan dalam bentuk penataan<br />rambut, dengan berbagai macam mode dalam salon-salon khusus, yang biasa<br />disebut salon kecantikan, dimana ramai sekali laki-laki yang bekerja pada<br />pekerjaan tersebut dengan upah yang sangat tinggi.<br /> Tidak cukup sampai di situ saja, ramai pula perempuan yang merasa<br />kurang puas dengan rambut asli pemberian Allah. Untuk itu mereka belinya<br />rambut palsu yang disambung dengan rambutnya yang asli, supaya nampak lebih<br />menyenangkan dan lebih cantik, sehingga dengan demikian dia akan menjadi<br />perempuan yang menarik dan memikat hati.<br /> Satu hal yang sangat menghairankan, justru persoalan ini sekarang<br />sering dikaitkan dengan masalah penjajahan politik dan kejatuhan moral, dan<br />ini dapat dibuktikan oleh suatu kenyataan yang terjadi, dimana para<br />penjajah politik itu dalam usahanya untuk menguasai rakyat sering<br />menggunakan sesuatu yang dapat membangkitkan syahwat dan untuk dapat<br />mengalihkan pandangan manusia, dengan diberinya kesenangan yang kiranya<br />dengan kesenangannya itu manusia tidak lagi mahu memperhatikan persoalannya<br />yang lebih umum.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Laki-Laki Menyerupai Perempuan dan Perempuan Menyerupai Laki-Laki</span><br /> Rasulullah s.a.w. pernah mengumumkan, bahawa perempuan dilarang<br />memakai pakaian laki-laki dan laki-laki dilarang memakai pakaian perempuan<br />[15]. Disamping itu beliau melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan<br />perempuan yang menyerupai laki-laki [16]. Termasuk diantaranya, ialah<br />tentang perkataannya, geraknya, cara berjalannya, pakaiannya, dan<br />sebagainya.<br /> Sejahat-jahat bencana yang akan mengancam kehidupan manusia dan<br />masyarakat, ialah kerana sikap yang abnormal dan menentang tabiat. Sedang<br />tabiat ada dua: tabiat laki-laki dan tabiat perempuan. Masing-masing<br />mempunyai keistimewaan tersendiri. Maka jika ada laki-laki yang berlagak<br />seperti perempuan dan perempuan bergaya seperti laki-laki, maka ini berarti<br />suatu sikap yang tidak normal dan meluncur ke bawah.<br /> Rasulullah s.a.w. pernah menghitung orang-orang yang dilaknat di<br />dunia ini dan disambutnya juga oleh Malaikat, diantaranya ialah laki-laki<br />yang memang oleh Allah dijadikan betul-betul laki-laki, tetapi dia<br />menjadikan dirinya sebagai perempuan dan menyerupai perempuan; dan yang<br />kedua, iaitu perempuan yang memang dicipta oleh Allah sebagai perempuan<br />betul-betul, tetapi kemudian dia menjadikan dirinya sebagai laki-laki dan<br />menyerupai orang laki-laki (Hadis Riwayat Thabarani). Justru itu pulalah,<br />maka Rasulullah s.a.w. melarang laki-laki memakai pakaian yang dicelup<br />dengan 'ashfar (zat warna berwarna kuning yang biasa dipakai untuk mencelup<br />pakaian-pakaian wanita di zaman itu).<br /> Ali r.a. mengatakan: "Rasulullah s. a. w. pernah melarang aku memakai<br />cincin emas dan pakaian sutera dan pakaian yang dicelup dengan 'ashfar"<br />(Hadis Riwayat Thabarani)<br /> Ibnu Umar pun pernah meriwayatkan: "Bahawa Rasulullah s.a.w. pernah<br />melihat aku memakai dua pakaian yang dicelup dengan 'ashfar, maka sabda<br />Nabi: 'Ini adalah pakaian orang-orang kafir, oleh kerana itu jangan kamu<br />pakai dia.'"<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pakaian Untuk Berfoya-foya dan Kesombongan</span><br /> Ketentuan secara umum dalam hubungannya dengan masalah menikmati<br />hal-hal yang baik, yang berupa makanan, minuman ataupun pakaian, iaitu<br />tidak boleh berlebih-lebihan dan untuk kesombongan.<br /> Berlebih-lebihan, iaitu melampaui batas ketentuan dalam menikmati<br />yang halal. Dan yang disebut kesombongan, iaitu erat sekali hubungannya<br />dengan masalah niat, dan hati manusia itu berkait dengan masalah yang<br />zahir. Dengan demikian apa yang disebut kesombongan itu ialah bermaksud<br />untuk bermegah-megah dan menunjuk-nunjukkan serta menyombongkan diri<br />terhadap orang lain. Padahal Allah samasekali tidak suka terhadap orang<br />yang sombong. Seperti firmanNya:<br /> "Allah tidak suka kepada setiap orang yang angkuh dan sombong."<br />(al-Hadid: 23)<br /> Dan Rasulullah s.a.w. juga bersabda: "Barangsiapa melabuhkan kainnya<br />kerana sombong, maka Allah tidak akan melihatnya nanti di hari kiamat."<br />(Riwayat Bukhari dan Muslim)<br /> Kemudian agar setiap muslim dapat menjauhkan diri dari hal-hal yang<br />menyebabkan kesombongan, maka Rasulullah s.a.w. melarang berpakaian yang<br />berlebih-lebihan, dimana hal tersebut akan dapat menimbulkan perasaan<br />angkuh, membanggakan diri pada orang lain dengan bentuk-bentuk lahiriah<br />yang kosong itu.<br /> Di dalam hadisnya, Rasulullah s.a.w. bersabda sebagai berikut,<br />"Barangsiapa memakai pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan<br />memberikan pakaian kehinaan nanti di hari kiamat." (Riwayat Ahmad, Abu<br />Daud, Nasa'i dan Ibnu Majah dengan sanad yang dipercaya)<br /> Ada seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Umar tentang pakaian apa<br />yang harus dipakainya? Maka jawab Ibnu Umar: "iaitu pakaian yang kiranya<br />kamu tidak akan dihina oleh orang-orang bodoh dan tidak dicela oleh kaum<br />filsuf." (Riwayat Thabarani)<br />Berlebih-Lebihan Dalam Berhias dengan Mengubah Ciptaan Allah<br /> Islam menentang sikap berlebih-lebihan dalam berhias sampai kepada<br />suatu batas yang menjurus kepada suatu sikap mengubah ciptaan Allah yang<br />oleh al-Quran dinilai, bahawa mengubah ciptaan Allah itu sebagai salah satu<br />ajakan syaitan kepada pengikut-pengikutnya, dimana syaitan akan berkata<br />kepada pengikutnya itu sebagai berikut:<br /> "Sungguh akan kami pengaruhi mereka itu, sehingga mereka mahu<br />mengubah ciptaan Allah." (an-Nisa': 119)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tatoo, Kikir Gigi dan Operasi Kecantikan Hukumnya Haram</span><br /> Mentatoo badan dan mengikir gigi adalah perbuatan yang dilaknat oleh<br />Rasulullah s.a.w., seperti tersebut dalam hadisnya: "Rasulullah s.a.w.<br />melaknat perempuan yang mentatoo dan minta ditatoo, dan yang mengikir gigi<br />dan yang minta dikikir giginya." (Riwayat Thabarani)<br /> Tatoo, iaitu memberi tanda pada muka dan kedua tangan dengan warna<br />biru dalam bentuk ukiran. Sebahagian orang-orang Arab, khususnya kaum<br />perempuan, mentatoo sebahagian besar badannya. Bahkan sementara<br />pengikutpengikut agama membuatnya tatoo dalam bentuk persembahan dan<br />lambang-lambang agama mereka, misalnya orang-orang Kristian melukis salib<br />di tangan dan dada mereka.<br /> Perbuatan-perbuatan yang rusak ini dilakukan dengan menyiksa dan<br />menyakiti badan, iaitu dengan menusuk-nusukkan jarum pada badan orang yang<br />ditatoo itu.<br /> Semua ini menyebabkan laknat, baik terhadap yang mentatoo ataupun<br />orang yang minta ditatoo. Dan yang disebut mengikir gigi, iaitu merapikan<br />dan memendekkan gigi. Biasanya dilakukan oleh perempuan. kerana itu<br />Rasulullah melaknat perempuan-perempuan yang mengerjakan perbuatan ini<br />(tukang kikir) dan minta supaya dikikir.<br />Kalau ada laki-laki yang berbuat demikian, maka dia akan lebih berhak<br />mendapat laknat.<br /> Termasuk diharamkan seperti halnya mengikir gigi, iaitu menjarangkan<br />gigi. Dalam hal ini Rasulullah pernah melaknatnya, iaitu seperti tersebut<br />dalam hadisnya: "Dilaknat perempuan-perempuan yang menjarangkan giginya<br />supaya menjadi cantik, yang mengubah ciptaan Allah." (Riwayat Bukhari dan<br />Muslim)<br /> Yang disebut al-Falaj, iaitu meletakkan sesuatu di sela-sela gigi,<br />supaya nampak agak sedikit jarang. Di antara perempuan memang ada yang oleh<br />Allah dicipta demikian, tetapi ada juga yang tidak begitu. Kemudian dia<br />meletakkan sesuatu di sela-sela gigi yang berhimpitan itu, supaya giginya<br />menjadi jarang. Perbuatan ini dianggap mengelabui orang lain dan<br />berlebih-lebihan dalam berhias yang samasekali bertentangan dengan jiwa<br />Islam yang sebenarnya.<br /> Dari hadis-hadis yang telah kita sebutkan di atas, maka kita dapat<br />mengetahui tentang hukum operasi kecantikan seperti yang terkenal sekarang<br />kerana perputaran kebudayaan badan dan syahwat, yakni kebudayaan Barat<br />materialistis, sehingga ramai sekali perempuan dan laki-laki yang<br />mengorbankan wangnya beratus bahkan beribu-ribu untuk mengubah bentuk<br />hidung, payudara atau yang lain. Semua ini termasuk yang dilaknat Allah dan<br />RasulNya, kerana di dalamnya terkandung penyiksaan dan perubahan bentuk<br />ciptaan Allah tanpa ada suatu sebab yang mengharuskan untuk berbuat<br />demikian, melainkan hanya untuk pemborosan dalam hal-hal yang bersifat show<br />dan lebih mengutamakan pada bentuk, bukan inti; lebih mementingkan jasmani<br />daripada rohani.<br /> Adapun kalau ternyata orang tersebut mempunyai cacat yang kiranya<br />akan dapat menjijikkan pandangan, misalnya kerana ada daging tambah yang<br />dapat menimbulkan sakit secara perasaan ataupun secara kejiwaan kalau<br />daging lebih itu dibiarkan, maka waktu itu tidak berdosa orang untuk<br />berubat selama untuk tujuan demi menghilangkan penyakit yang bersarang dan<br />mengancam hidupnya. kerana Allah tidak menjadikan agama buat kita ini<br />dengan penuh kesukaran [17].<br /> Barangkali yang memperkuat permasalahan tersebut di atas, iaitu<br />tentang hadis "dilaknat perempuan-perempuan yang menjarangkan giginya<br />supaya cantik" seperti tersebut di atas. Dari hadis itu pula dapat<br />difahamkan, bahawa yang tercela itu ialah perempuan yang mengerjakan hal<br />tersebut semata-mata untuk tujuan keindahan dan kecantikan yang dusta.<br />Tetapi kalau hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan<br />penyakit atau bahaya yang mengancam, maka sedikitpun tidak ada halangan.<br />Wallahu a'lam!<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Menipiskan Alis</span><br /> Salah satu cara berhias yang berlebih-lebihan yang diharamkan Islam,<br />iaitu mencukur rambut alis mata untuk ditinggikan atau disamakan. Dalam hal<br />ini Rasulullah pernah melaknatnya, seperti tersebut dalam hadis:<br /> "Rasulullah s.a.w. melaknat perempuan-perempuan yang mencukur alisnya<br />atau minta dicukurkan alisnya." (Riwayat Abu Daud, dengan sanad yang hasan.<br />Demikian menurut apa yang tersebut dalam Fathul Baari)<br /> Sedang dalam Bukhari disebut: Rasulullah s.a.w. melaknat<br />perempuan-perempuan yang minta dicukur alisnya.<br /> Lebih diharamkan lagi, jika mencukur alis itu dikerjakan sebagai<br />simbol bagi perempuan-perempuan cabul.<br /> Sementara ulama madzhab Hanbali berpendapat, bahawa perempuan<br />diperkenankan mencukur rambut dahinya, mengukir, memberikan cat merah (make<br />up) dan meruncingkan ujung matanya, apabila dengan seizin suami, kerana hal<br />tersebut termasuk berhias.<br /> Tetapi oleh Imam Nawawi diperketat, bahawa mencukur rambut dahi itu<br />samasekali tidak boleh. Dan dibantahnya dengan membawakan riwayat yang<br />tersebut dalam Sunan Abu Daud: Bahawa yang disebut namishah (mencukur alis)<br />sehingga tipis sekali. Dengan demikian tidak termasuk menghias muka dengan<br />menghilangkan bulu-bulunya.<br /> Imam Thabari meriwayatkan dari isterinya Abu Ishak, bahawa satu<br />ketika dia pernah ke rumah Aisyah, sedang isteri Abu Ishak adalah waktu itu<br />masih gadis nan jelita. Kemudian dia bertanya: Bagaimana hukumnya perempuan<br />yang menghias mukanya untuk kepentingan suaminya? Maka jawab Aisyah:<br />Hilangkanlah kejelekan-kejelekan yang ada pada kamu itu sedapat mungkin<br />[18].<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Menyambung Rambut</span><br /> Termasuk perhiasan perempuan yang terlarang ialah menyambung rambut<br />dengan rambut lain, baik rambut itu asli atau imitasi seperti yang terkenal<br />sekarang ini dengan nama wig.<br /> Imam Bukhari meriwayatkan dari jalan Aisyah, Asma', Ibnu Mas'ud, Ibnu<br />Umar dan Abu Hurairah sebagai berikut: "Rasulullah s.a.w. melaknat<br />perempuan yang menyambung rambut atau minta disambungkan rambutnya."<br /> Bagi laki-laki lebih diharamkan lagi, baik dia itu bekerja sebagai<br />tukang menyambung seperti yang dikenal sekarang tukang rias ataupun dia<br />minta disambungkan rambutnya, jenis perempuan-perempuan wadam (laki-laki<br />banci) seperti sekarang ini.<br /> Persoalan ini oleh Rasulullah s.a.w, diperkeras sekali dan digiatkan<br />untuk memberantasnya. Sampai pun terhadap perempuan yang rambutnya gugur<br />kerana sakit misalnya, atau perempuan yang hendak menjadi pengantin untuk<br />bermalam pertama dengan suaminya, tetap tidak boleh rambutnya itu<br />disambung.<br /> Aisyah meriwayatkan: "Seorang perempuan Anshar telah kawin, dan<br />sesungguhnya dia sakit sehingga gugurlah rambutnya, kemudian keluarganya<br />bermaksud untuk menyambung rambutnya, tetapi sebelumnya mereka bertanya<br />dulu kepada Nabi, maka jawab Nabi: Allah melaknat perempuan yang menyambung<br />rambut dan yang minta disambung rambutnya." (Riwayat Bukhari)<br /> Asma' juga pernah meriwayatkan: "Ada seorang perempuan bertanya<br />kepada Nabi s.a.w.: Ya Rasulullah, sesungguhnya anak saya terkena suatu<br />penyakit sehingga gugurlah rambutnya, dan saya akan kawinkan dia apakah<br />boleh saya sambung rambutnya? Jawab Nabi: Allah melaknat perempuan yang<br />menyambung rambut dan yang minta disambungkan rambutnya." (Riwayat Bukhari)<br /> Said bin al-Musayib meriwayatkan: "Muawiyah datang ke Madinah dan ini<br />merupakan kedatangannya yang paling akhir di Madinah, kemudian ia<br />bercakap-cakap dengan kami. Lantas Muawiyah mengeluarkan satu ikat rambut<br />dan ia berkata: Saya tidak pernah melihat seorangpun yang mengerjakan<br />seperti ini kecuali orang-orang Yahudi, dimana Rasulullah s.a.w. sendiri<br />menamakan ini suatu dosa yakni perempuan yang menyambung rambut (adalah<br />dosa)."<br /> Dalam satu riwayat dikatakan, bahawa Muawiyah berkata kepada penduduk<br />Madinah: "Di mana ulama-ulamamu? Saya pernah mendengar sendiri Rasulullah<br />s.a.w. bersabda: Sungguh Bani Israel rusak kerana perempuan-perempuannya<br />memakai ini (cemara)." (Riwayat Bukhari)<br /> Rasulullah menamakan perbuatan ini zuur (dosa) berarti memberikan<br />suatu isyarat akan hikmah diharamkannya hal tersebut. Sebab hal ini tak<br />ubahnya dengan suatu penipuan, memalsu dan mengelabui. Sedang Islam benci<br />sekali terhadap perbuatan menipu; dan samasekali antipati terhadap orang<br />yang menipu dalam seluruh lapangan muamalah, baik yang menyangkut masalah<br />material ataupun moral. Kata Rasulullah s.a.w.: "Barangsiapa menipu kami,<br />bukanlah dari golongan kami." (Riwayat Jamaah sahabat)<br /> Al-Khaththabi berkata: Adanya ancaman yang begitu keras dalam<br />persoalan-persoalan ini, kerana di dalamnya terkandung suatu penipuan. Oleh<br />kerana itu seandainya berhias seperti itu dibolehkan, niscaya cukup sebagai<br />jembatan untuk bolehnya berbuat bermacam-macam penipuan. Di samping itu<br />memang ada unsur perombakan terhadap ciptaan Allah. Ini sesuai dengan<br />isyarat hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud yang mengatakan "...<br />perempuan-perempuan yang merombak ciptaan Allah." [19]<br /> Yang dimaksud oleh hadis-hadis tersebut di atas, iaitu menyambung<br />rambut dengan rambut, baik rambut yang dimaksud itu rambut asli ataupun<br />imitasi. Dan ini pulalah yang dimaksud dengan memalsu dan mengelabui.<br />Adapun kalau dia sambung dengan kain atau benang dan sabagainya, tidak<br />masuk dalam larangan ini. Dan dalam hal inf Said bin Jabir pernah<br />mengatakan: "Tidak mengapa kamu memakai benang." [20]<br /> Yang dimaksud [tulisan Arab] di sini ialah benang sutera atau wool<br />yang biasa dipakai untuk menganyam rambut (jw. kelabang), dimana perempuan<br />selalu memakainya untuk menyambung rambut. Tentang kebolehan memakai benang<br />ini telah dikatakan juga oleh Imam Ahmad [21].<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Semir Rambut</span><br /> Termasuk dalam masalah perhiasan, iaitu menyemir rambut kepala atau<br />janggot yang sudah beruban.<br /> Sehubungan dengan masalah ini ada satu riwayat yang menerangkan,<br />bahawa orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak memperkenankan menyemir rambut<br />dan merombaknya, dengan suatu anggapan bahawa berhias dan mempercantik diri<br />itu dapat menghilangkan arti beribadah dan beragama, seperti yang<br />dikerjakan oleh para rahib dan ahli-ahli Zuhud yang berlebih-lebihan itu.<br />Namun Rasulullah s.a.w. melarang taqlid pada suatu kaum dan mengikuti jejak<br />mereka, agar selamanya kepribadian umat Islam itu berbeza, lahir dan batin.<br />Untuk itulah maka dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah,<br />Rasulullah s.a.w. mengatakan: "Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak mahu<br />menyemir rambut, kerana itu berbezalah kamu dengan mereka." (Riwayat<br />Bukhari)<br /> Perintah di sini mengandung arti sunnat, sebagaimana biasa dikerjakan<br />oleh para sahabat, misalnya Abubakar dan Umar. Sedang yang lain tidak<br />melakukannya, seperti Ali, Ubai bin Kaab dan Anas.<br /> Tetapi warna apakah semir yang dibolehkan itu? Dengan warna hitam dan<br />yang lainkah atau harus menjauhi warna hitam? Namun yang jelas, bagi orang<br />yang sudah tua, ubannya sudah merata baik di kepalanya ataupun janggotnya,<br />tidak layak menyemir dengan warna hitam. Oleh kerana itu tatkala Abubakar<br />membawa ayahnya Abu Kuhafah ke hadapan Nabi pada hari penaklukan Makkah,<br />sedang Nabi melihat rambutnya bagaikan pohon tsaghamah yang serba putih<br />buahnya mahupun bunganya.<br /> Untuk itu, maka bersabdalah Nabi: "Ubahlah ini (uban) tetapi jauhilah<br />warna hitam." (Riwayat Muslim)<br /> Adapun orang yang tidak seumur dengan Abu Kuhafah (yakni belum begitu<br />tua), tidaklah berdosa apabila menyemir rambutnya itu dengan warna hitam.<br />Dalam hal ini az-Zuhri pernah berkata: "Kami menyemir rambut dengan warna<br />hitam apabila wajah masih nampak muda, tetapi kalau wajah sudah mengerut<br />dan gigi pun telah goyah, kami tinggalkan warna hitam tersebut." [22]<br /> Termasuk yang membolehkan menyemir dengan warna hitam ini ialah<br />segolongan dari ulama salaf termasuk para sahabat, seperti: Saad bin Abu<br />Waqqash, Uqbah bin Amir, Hasan, Husen, Jarir dan lain-lain.<br /> Sedang dari kalangan para ulama ada yang berpendapat tidak boleh<br />warna hitam kecuali dalam keadaan perang supaya dapat menakutkan musuh,<br />kalau mereka melihat tentara-tentara Islam semuanya masih nampak muda [23].<br /> Dan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dzar mengatakan: "Sebaik-baik<br />bahan yang dipakai untuk menyemir uban ialah pohon inai dan katam."<br />(Riwayat Tarmizi dan Ashabussunan)<br /> Inai berwarna merah, sedang katam sebuah pohon yang tumbuh di zaman<br />Rasulullah s.a.w. yang mengeluarkan zat berwarna hitam kemerah-merahan.<br /> Anas bin Malik meriwayatkan, bahawa Abubakar menyemir rambutnya<br />dengan inai dan katam, sedang Umar hanya dengan inai saja.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Memelihara Janggot</span><br /> Termasuk yang urgen dalam permasalahan kita ini, ialah tentang<br />memelihara janggot. Untuk ini Ibnu Umar telah meriwayatkan dari Nabi s.a.w.<br />yang mengatakan sebagai berikut: "Berbezalah kamu dengan orang-orang<br />musyrik, peliharalah janggot dan cukurlah kumis." (Riwayat Bukhari)<br /> Perkataan i'fa (pelihara) dalam riwayat lain diartikan tarkuha wa<br />ibqaauha (tinggalkanlah dan tetapkanlah).<br /> Hadis ini menerangkan alasan diperintahkannya untuk memelihara<br />janggot dan mencukur kumis, iaitu supaya berbeza dengan orang-orang<br />musyrik. Sedang yang dimaksud orang-orang musyrik di sini ialah orang-orang<br />Majusi penyembah api, dimana mereka itu biasa menggunting janggotnya,<br />bahkan ada yang mencukurnya.<br /> Perintah Rasulullah ini mengandung pendidikan untuk umat Islam supaya<br />mereka mempunyai kepribadian tersendiri serta berbeza dengan orang kafir<br />lahir dan batin, yang tersembunyi mahupun yang tampak. Lebih-lebih dalam<br />hal mencukur janggot ini ada unsur-unsur menentang fitrah dan menyerupai<br />orang perempuan. Sebab janggot adalah lambang kesempurnaan laki-laki dan<br />tanda-tanda yang membezakan dengan jenis lain.<br /> Namun demikian, bukan berarti samasekali tidak boleh memotong janggot<br />dimana kadang-kadang janggot itu kalau dibiarkan boleh panjang yang<br />menjijikkan yang dapat mengganggu pemiliknya. Untuk itulah maka janggot<br />yang demikian boleh diambil/digunting kebawah mahupun kesamping,<br />sebagaimana tersebut dalam hadis rlwayat Tarmizi. Hal ini pernah juga<br />dikerjakan oleh sementara ulama salaf, seperti kata Iyadh: "Mencukur,<br />menggunting dan mencabut janggot dimakruhkan. Tetapi kalau diambil dari<br />panjangnya atau ke sampingnya apabila ternyata janggot itu besar (tebal),<br />maka itu satu hal yang baik."<br /> Dan Abu Syamah juga berkata: "Terdapat suatu kaum yang biasa mencukur<br />janggotnya. Berita yang terkenal, bahawa yang berbuat demikian itu ialah<br />orang-orang Majusi, bahawa mereka itu biasa mencukur janggotnya." [24]<br /> Kami berpendapat: Bahawa kebanyakan orang-orang Islam yang mencukur<br />janggotnya itu lantaran mereka meniru musuh-musuh mereka dan kaum penjajah<br />negeri mereka dan orang-orang Yahudi dan Kristian. Sebagaimana<br />kelazimannya, bahawa orang-orang yang kalah senantiasa meniru orang yang<br />menang. Mereka melakukan hal itu jelas telah lupa kepada perintah<br />Rasulullah yang menyuruh supaya mereka berbeza dengan orang-orang kafir. Di<br />samping itu mereka telah lupa pula terhadap larangan Nabi tentang<br />menyerupai orang kafir, seperti yang tersebut dalam hadisnya yang<br />mengatakan: "Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia itu termasuk<br />golongan mereka." (Riwayat Abu Dawud)<br /> Kebanyakan ahli-ahli fiqih yang berpendapat tentang haramnya mencukur<br />janggot itu berdalil perintah Rasul di atas. Sedang tiap-tiap perintah<br />asalnya menunjukkan pada wajib, lebih-lebih Rasulullah sendiri telah<br />memberikan alasan perintahnya itu supaya kita berbeza dengan orang-orang<br />kafir. Dan berbeza dengan orang kafir itu sendiri hukumnya wajib pula.<br /> Tidak seorang pun ulama salaf yang meninggalkan kewajiban ini. Tetapi<br />sementara ulama-ulama sekarang ada yang membolehkan mencukur janggot kerana<br />terpengaruh oleh keadaan dan memang kerana bencana yang telah meluas.<br />Mereka ini berpendapat, bahawa memelihara janggot itu termasuk perbuatan<br />Rasulullah yang bersifat duniawiah, bukan termasuk persoalan syara' yang<br />harus ditaati. Tetapi yang benar, bahawa memelihara janggot itu bukan<br />sekadar fi'liyah Nabi, bahkan ditegaskan pula dengan perintah dan disertai<br />alasan supaya berbeza dengan orang kafir,<br /> Ibnu Taimiyah menegaskan, bahawa berbeza dengan orang kafir adalah<br />suatu hal yang oleh syara' ditekankan. Dan menyerupai orang kafir dalam<br />lahiriahnya dapat menimbulkan perasaan kasih dalam hatinya, sebagaimana<br />perasaan kasih dalam batin dapat menimbulkan perasaan dalam lahir. Ini<br />sudah dibuktikan sendiri oleh suatu kenyataan dan diperoleh berdasarkan<br />suatu percubaan.<br /> Selanjutnya ia berkata: Al-Quran, Hadis dan Ijma' sudah menegaskan<br />terhadap perintah supaya berbeza dengan orang kafir dan dilarang menyerupai<br />mereka secara keseluruhannya. Apa saja yang kiranya menimbulkan kerusakan<br />walaupun agak tersembunyi, maka sudah dapat dikaitkan dengan suatu hukum<br />dan dapat dinyatakan haram. Maka dalam hal menyerupai orang kafir pada<br />lahiriahnya sudah merupakan sebab untuk menyerupai akhlak dan perbuatannya<br />yang tercela, bahkan akan boleh berpengaruh pada kepercayaan. Pengaruhnya<br />ini memang tidak dapat dikonkritkan, dan kejelekan yang ditimbulkan akibat<br />dari sikap menyerupai itu sendiri kadang-kadang tidak begitu jelas, bahkan<br />kadang-kadang sukar dibuktikan. Tetapi setiap hal yang menjadi sebab<br />timbulnya suatu kerusakan, syara' menganggapnya suatu hal yang haram [25].<br /> Dari keterangan-keterangan di atas dapat kita simpulkan, bahawa<br />masalah mencukur janggot ini ada tiga pendapat:<br /> 1. Pendapat pertama: Hukumnya haram. Yang berpendapat demikian, ialah<br />Ibnu Taimiyah dan lain-lain.<br /> 2. Pendapat kedua: Makruh. Yang berpendapat demikian ialah Iyadh,<br />sebagaimana tersebut dalam Fathul Bari. Sedang ulama lain tidak ada yang<br />berpendapat demikian.<br /> 3. Pendapat ketiga: Mubah. Yang berpendapat demikian sementara ulama<br />sekarang.<br />Tetapi barangkali yang agak moderat dan bersikap tengah-tengah iaitu<br />pendapat yang menyatakan makruh. Sebab tiap-tiap perintah tidak selamanya<br />menunjukkan pada wajib, sekalipun dalam hal ini Nabi telah memberikan<br />alasannya supaya berbeza dengan orang kafir. Perbandingan yang lebih<br />mendekati kepada persoalan ini ialah tentang perintah menyemir rambut<br />supaya berbeza dengan orang Yahudi dan Kristian. Tetapi sebahagian sahabat<br />ada yang tidak mengerjakannya. Oleh kerana itu perintah tersebut sekadar<br />menunjukkan sunnat.<br /> Betul tidak ada seorang pun ulama salaf yang mencukur janggot, tetapi<br />barangkali saja kerana mereka tidak begitu memerlukan, kerana memelihara<br />janggot waktu itu sudah menjadi kebiasaan mereka.<br />(dari berbagai sumber)*surgaduniahttp://www.blogger.com/profile/07095118111258382129noreply@blogger.com0